LoGueEndNotes

Namanya juga pondok pesantren, biasanya sih banyak undangan dari warga sekitar sampai yang luar kota. Apalagi pas bulan Rabi’ul Awwal, bulannya ultah nabi kita ato biasanya disebut bulan maulid. Pada bulan itu banyak banget udangan perayaan maulid, nggak di masjid, surau, rumah-rumah, tapi nggak ada kok yang ngundang ke pub.

Waktu masih muda (kelas tsanawiyah/SLTP) aku emang hobi ikut undangan. Pas udah aliyah (SLTA) bawaannya malas mulu. Apalagi waktu III aliyah. Kalo ada teman yang ngajakin undangan, aku interogasi dulu.


Teman: Ham, ikut udangan? Ikut, kucatat nih... *Meletakkan mata pen di atas kertas. Tekesan ngancam gitu*
Aku : Undangan apa?
Teman: Maulid. Ntar habis isya
Aku: : Oh... lain kali aja
Bukannya aku nggak suka maulid, tapi yang jadi masalah itu sifat yang paling manusiawi di diriku, laphar...*agak berbisik*. Maulid kan biasnya habis isya, otomatis kalo ikut maulid makan jadi telat. Apalagi jika maulidnya mengayak-ayak maut. Trus disambung ceramah.

Padahal menurut para ahli, makan di atas jam delapan ato sembilan malam tidak bagus bagi pencernaan. Saat itu mesin perut lagi istirahat, kecapean kerja seharian. Jadi jika dipaksakan makan di atas jam tersebut, bisa mengakibatkan timbunan lemak. Ya jadinya kegemukan.
Aku jadi kepikiran sama diriku yang kurus ini, iseng-iseng aku makan tengah malam. Tapi nyatanya aku tetap kelewat langsing dan singset. Dipikir-pikir mungkin mesin perutnya emang istirahat, tapi cacingnya yang online 24 jam.

Back to... pada intinya aku jarang ikut undangan maulid. Tapi lain halnya jika undangan yang acaranya singkat.

Teman: Habis maghrib langsung ke gerbang muka, undangan.*Gaya sok memvonis*.
Aku : Undangan apa?
Teman: Haulan.
Hehe... kalo cuma haulan, sih sebentar. Acaranya habis maghrib pula, jadinya makan nggak telat-telat amat.

Singkat cerita (hailah... jurus pamungkas penulis bila lagi kebingungan) sebellum pembacaan surah yasin, tahlil dan doa haul, tuan rumah nyuguhin minum teh sama wadai apam peranggi (silakan tanya sama ustadz Google). Kalo apamnya sih oke banget, tapi tehnya ada sedikit sensasi.

Aku minum seminum-minumnya tanpa rasa berdosa kepada diriku sendiri, sedangkan diriku ini nggak nyadar kalo di gelas teh ada benda hitam-putih tidak terpuji. Sadarnya pas sedikit lagi tehnya habis. Aku khwatir, mampukah sistem pencernaan mengatasi air bekas kotoran cicak itu.

Namun dalam hati aku tetap bersyukur, ntung bukan kotoran sapi.
*****
Read More …

Pernah nonton film kartun Monster Inc? Memang cerita utamanya tentang seorang anak manusia yang tersesat ke negeri itu, tapi bukan itu yang ingin kusampaikan. Melainkan tentang negeri para monster yang sebenarnya takut kepada manusia. Negeri mereka tentu membutuhkah pasokan energi. Karena itulah berdiri sebuah perusahaan penyedia enerji.
Pasokan energi itu didapatkandari menakut-nakuti manusia. Jadi di perusahaan tersebut disediakan pintu penguhubung ke dunia manusia. Dan para monster pun masuk melalui media itu. Trus keluarnya dari dalam lemari pakaian, langsung mengejutkan anak kecil yang lagi tidur. Otomatis yang dibangunin teriaklah.
Teriakan itu yang mengisi tabung energi yang sebelumnya sudah diletakkan di samping pintu penghubung. Kadar pengisiannya tergantung berapa oktaf tinggi jeritan.
Lalu aku terpikir, jangan-jangan hantu juga kayak itu? Maksudnya, selama ini mereka nakut-nakutin kita Cuma sebagian dari bisnisnya yang mereka geluti.
Mereka menguras jeritan ketakutan kita, gemetaran lutut, bahakan linangan air hangat yang dahsyt itu dipersembahkan untuk keperluan negeri mereka, negeri para hantu. Tapi nggak papa juga sih, soalnya manusia juga sering mengeksploitasi mereka, kayak bikin film horor.

Aku tahu ini terdengar bodoh, tapi kita kan sering dengar orang mati ketabrak, kepleset di toilet, ato lupa cara bernapas. Lalu apa ada berita mati dimakan hantu? Nggak ada kan? Masa berita mati dimakan hantu. Berita kan nggak punya nyawa.
Ya itu tadi kesimpulannya, nggak ada orang mati dimakan hantu.
Aku nggak tau ya, apa mirip antara kedok monter inc sama hantu, yang pasti di Al Falah pernah ada kejadian pocong fashion.
Kata kakak kelas, dulunya itu di pondok ini emang banyak hantunya, namun seiring berlalunya zaman dan periode, berakhir pulalah zamannya hantu. Nggak ada lagi penampakan.
Hantu di Al Falah pun mulai pudar. Akan tetapi di suatu malam berkabut di tahun2008-an (klasik banget ya) eksistensi hantu kembali meggeliat. Para santri dikejutkan berita bahwa seorang santri mergokin pocong di area jemuran pakaian. Mergokinnya nggak sengajalah, otomatis santri itu mendadak berbakat sekali larinya. Langkahnya lebar banget, coz kalo loncat-loncat persaingan imbang dong.
Keesokan harinya diketahui pakaian di jemuran tempat pocong itu muncul raib. Mana yang baik-baik pula. Kejadian ini terus berulang-ulang. Sampai-sampai piringan CD-nya lecet karena kebanyakan diputar. Lho?
Kayaknya ini bukan poocng sembarangan. Pocong ini tau banget dengan perkembangan fashion, buktinya pakaianku aja nggak ilang-ilang. Karena itulah aku menetapkan hati untuk berguru fashion kepada beliau. Ya nggaklah...
Melihat dari sepak terjang si pocong, pengamat hantu dalam konferensi terbuka berfatwa bahwa pocong ini bajakan. Ya semacam CD bajakan di pinggir-pinggir jalan itu. Mengetahui itu masyarakat Al Falah geram dan nggak takut lagi.
Pada akhirnya nggak ada yang takut lagi sama pocong gadungan itu. Malah kalo ketemu, sebisa mungkin ngejar dia. Menurut berita telinga ke kuping si pocong masuk kawasan pesantren lewat tembok yang berlubang di samping lapangan bola. Di situlah staf IKPPF khususnya keamanan (sebutan untuk OSIS di pondokan ini). Tapi nangkap pocong itu susah-susah gampang. Emang kakinya keiket, namun apa jadinya kalo ketangkap yang aslinya? Jadinya kalo ngejar itu ragu-ragu, asli nggak ya?
Konon si pocong pernah dikejar, kaburnya itu ke persimpangan jalan. Trus di balik tikkungan dia raib tanpa ningggalin warisan sepeser pun. Menurut yang doyan gaib, si pocong menggunakan ilmu menghilang ato penipu mata. Lain lagi pendapat yang lebih mengedapankan kelogisan, pasti dia nyingsing kostum trus ngacir sengacir-ngacirnya. Kalo analisis pribadiku sih, palingan tuh pocong jeblok ke got. Sial yang membawa untung.
*****
Read More …



Aku pergi ke sekolah, SDN Surgi Mufti 5. Padahal jelas-jelas saat itu nggak ada kegiatan belajar sama sekali untuk anak didik kelas 6, soalnya aku dkk. udah ngelewatin UN. Tapi nggak ada kejelasan libur.

Indra: Kamu lanjutin ke mana?

Aku : Lanjutin apanya?

Indra: Ya lanjutin sekolah kamulah...

Aku terpikir ato terbengong sejenak, kemarin aku memang udah daftar ke sebuah pesantren, jadi kujawab saja: Ke Al Falah.

Indra: Al Falah? Apa itu? perasaan baru dengar.

Aku : Itu pondok pesantren *Sambil mengusap ujung hidung*

Indra: *Agak histeris* Jadi kamu beneran masuk pesantren?! Kok kamu mau-maunya masuk ke situ?

Aku : Aku kan pengen jadi malaikat.

Cita-cita itu kan terserah, suka-suka akulah. Tapi pas mendaftar ke Al Falah, ada sih ditanya orang yang ngetes: kamu sekolah ke sini emang mau jadi apa?

Aku jawab: ustadz. Soalnya takut dibilang aneh kalo bilang mo jadi malaikat. Yang pasti masuk pesantren nggak ada sedikit pun cita-citaku tuh jadi teroris. Itu pasti!

Sepertinya kabar seleb macam aku ini udah menyebar di anak-anak kelas enam. Wajar sih, soalnya kebanyakan masuk SMP. Waktu itu yang namanya pesantren pendidikannya emang dinilai masih terbelakang. Mau jadi apa kamu? Emang lulusnya kamu mau kerja di mana? Vokalis surau?

Halah yang macam itu nggak usah dipikirin.

Kembali ke sekolahan.

Indra: Sebenarnya sih, aku juga mau kayak kamu, masuk pesantren, *Agak malu-malu kucing*

Aku : *Heboh sendiri* Hah, Beneran?! Bagus tuh, berarti aku punya teman dong.

Indra: Besok aku mau daftar. Ntar kamu mau nggak nemenin aku, ayahku nggak tau tempatnya.

Aku : Iyah!

Tinggal beberapa hari lagi aku akan meninggalkan sekolah tercinta ini. Seharusnnya aku mengidap sindrom sedih atau varian lainnya. Mungkin aku akan merindukan Madi, yang kepalanya di bokerin burung, waktu kami menunggu bel masuk di bawah tiang listrik. Bisa juga aku merindukan bau khas seperti pahit-pahit kalat dari langit-langit kelas yang berlubang, kata teman sih bau tokek. Kadang aku geli sendiri teringat kena sanksi dari Pak Bukeri, disuruh duduk di lantai saat ulangan catur wulan.

Namun aku belum mengenal betul sindrom itu. Aku masih bergelut dengan ingus, belum mengerti arti sebuah perpisahan. Yang ada di otakku cuman: ah, aku nggak bisa lagi nonton kartun mingguan!

*****

Waktu masih santri baru (sanba) aku terserang shockcultural. Bagaimana nggak, bangun tidur sebelum adzan subuh, mandi di kolam umum, jadi jika terlambat nggak usah mimpi mandi deh, airnya keburu habis. Jika mau ke wc musti jalan bermeter-meter, coz wcnya di luar asrama. Sampai wc, malah penuh. Cari wc lain, airnya habislah, ember pecahlah.

Balum lagi masalah belajar. Bartahun-tahun aku belajar pakai bahasa sendiri, eh... di sini malah pake bahasa planet mana gitu. Kalo baca Al Qur’ an sih aku masih ngesot-ngesot ato merangkak-rangkak. Tapi Al Qur’an kan pake harakat (baris), kalo kitab yang dipelajari si sini, secuil baris pun nggak ada, makanya itu disebut orang arab gundul. Kukira itu benar, ternyata itu bukan arab gundul sebenarnya, cuman bahasa melayu (mirip banget bahasa indonesia) tapi ditulis dengan huruf hijaiyyah. Baru setelah naik ke jenjang yang lebih tinggi, aku menemukan arab gundul yang asli.

Ternyata arab gundul sejati lebih parah dari yang kubayangkan, membuatku gila.

Misalnya saja:










Bisa dibaca:


Yang pertama dibaca: Intaha

Yang kedua dibaca : Initahi

Kan jadinya bingung mana yang benar. Ato gini, misalnya aja di hadapan kamu ada kepala gundul tanpa sehelai rambut pun di situ. Lalu ditanya Tantowi Yahya: Jika tumbuh rambut di kepala ini, maka mondel rambutnya....

a. Straight

b. Kribo

c. Polem

d. Keriting

Bingungkan?

*****
Read More …