LoGueEndNotes

Pernah dengar pepatah Jepang: Persiapan festival itu lebih meriah daripada festival itu sendiri?Negeri Sakura ini memang dikenal banyak mempunyai agenda tahunan berupa sederetan festival. Diantaranya:
* Festival Salju Sapporo (Sapporo, Prefektur Hokkaido, Februari)
* Festival Salju Iwate (Koiwai Farm, Shizukuishi, Prefektur Iwate, Februari)
* Yosakoi Sōran Matsuri (Sapporo, Hokkaido, Juni)
* Niigata Odori Matsuri (Niigata, Prefektur Niigata, pertengahan September)
* Odawara Hōjō Godai Matsuri (Odawara, Prefektur Kanagawa)
* Yosakoi Matsuri (Kochi, Prefektur Kochi, 9-12 Agustus)
* Hakata Dontaku (Fukuoka, 3-4 April)
* Hamamatsu Matsuri (Hamamatsu, Prefektur Shizuoka, 3-5 Mei)
* Wasshoi Hyakuman Natsu Matsuri (Kitakyūshū, Prefektur Fukuoka, Sabtu minggu pertama bulan Agustus)

Festival itu pastinya terlihat meriah. Namun dibalik kemeriahan itu ada suatu kemeriahan lagi yang lebih spektakuler. Apa itu?
Persiapan festival.
Kenapa bisa begitu?
Tanyalah kepada orang Jepang atau orang yang mengerti ini. Mereka sangat tahu bagimana cara menikmati persiapan sesuatu dengan bumbu-bumbu harapan.
Read More …

Percaya atau tidak, dengan uang seseorang bisa saja membeli waktu.
Time is money.
Pepatah di atas telah diperdengarkan dari dahulu. Aku tidak tahu sejak kapan. Yang jelas ketika lahir ke dunia ini, pepatah ini sudah ada.
Apakah pepatah ini betul?
Aku tidak akan menjawab apa-apa. Namun sepertinya aku harus diizinkan sedikit bercerita.

Andi berada di Banjarbaru dan dia orang yang bingung karena kebanyakan uang. Sementara Toni berada di tempat yang tidak jauh dengan Andi tetapi dompetnya sangat mengharukan. Kedua orang ini bermaksud sama: ingin pergi ke Surabaya .

Sesuai ekonomi masing-masing, Andi mengudara dengan pesawat dan Toni mengair dengan kapal laut.
Secara besaran nominal jika dikalkulasikan oleh anak kecil sekalipun, maka Andi mengumpan uang lebih tinggi.
Jika dihitung waktu yang dihabiskan Andi yang mengudara dan Toni yang mengair, hasilnya berbeda. Andi lebih cepat daripada Toni. Andi hanya perlu waktu 55 menit untuk sampai ke Surabaya, di lain sisi Toni menghabiskan waktu selama kurang-lebih satu hari-satu malam.
Seorang anak ingusan dapat menarik suatu kesimpulan: dengan uang, Andi dapat membeli waktu kurang-lebih 23 jam + 5 menit yang tidak bisa dibeli Toni.

Untuk orang yang "time is money" dari dulu dan sekarang telah banyak uang, mereka suka bilang )kendati tidak menggunakan mulut): money is time.

Siapa mereka?
Banyak.
Tapi kebetulan aku teringat orang-orang berdasi di ruangan ber-AC. Aku mengira mereka suka membeli waktu, yang seharusnya mereka habiskan waktu tersebut di balik jeruji.
Read More …

Sejarah komputer mencatat hingga saat ini ada lima generasi komputer.
Untuk selengkapnya silakan nikmati di sini.
Terimakasih.
Read More …

 





Komunikasi membutuhkan bandwidth transmisi yang memadai untuk mengakomodasi adanya spektrum sinyal; kalau tidak, akan terjadi distorsi.

Download klik di sini.

Terimakasih.


Read More …


Pada umumnya manusia makan dalam sehari tiga kali: sarapan, makan siang dan makan malam.
Aku juga seperti itu, dulu. Iya dulu, sebelum aku ngekost. Aku orangnya suka makan, tapi malas nyarinya keluar, apalagi pagi. Makanya itu aku sering nggak sarapan nasi, padahal dulunya aku biasa makan nasi kalo pagi, kalo nggak, aku bisa uring-uringan. Namun malas banget rasanya kalo pagi-pagi harus keluar nyari makan. So, kalo rajin aku makan, kalo malas aku cuman ngemil yang bisa dingemil dari warung di bawah kost-an.
Namun setelah beberapa hari aku cuman sempet makan dua kali sehari, aku khwatir badanku jadi kurus. Aku orangnya sudah kurus, malah tambah kurus lagi. Setelah kenyataan itu menimpaku, aku bertekad makan tiga kali sehari. Kapan pun timingnya. Ya benar, kapan pun timingnya?
So, aku punya empat seni makan dari segi timingnya ato waktu.
Pertama, makan pagi, makan siang, dan makan malam (normal).
Kedua, makan siang, makan sore, dan makan malam (telat).
Ketiga, makan siang, makan malam, dan makan malam (qodo an).
Keempat, makan sore, makan malam dan makan malam (qodoa an ekstrim, ini jarang).
Read More …



Kepulan asap menguasai salah satu titik Distrik Nurema, bagian utara Pulau Gigoba. Biasanya wilayah ini memang surganya asap dari pabrik-pabrik raksasa. Penyumbat pernapasan dunia.Tapi kali ini asapnya berbeda. Asap kali ini bukan lagi sebetas asap yang membunuh manusia pelan-pelan seperti hari biasanya.
Baru saja sebuah pabrik meledak. Pabrik beton itu melumer usai ledakan hebat. Tanah bergetar, seperti gemerutuk rahang kambing waktu musim dingin. Sejurus kemudian, situasi terlalu kacau untuk suatu hari di pagi minggu yang cerah. Hal ini bersangkutan nyawa para buruh pabrik yang rekatannya sudah agak longgar di jasad disebabkan oleh api yang mengepung dan tekanan ledakan serta benda-benda yang terbang akibat tekanan tersebut.

Faruq cedera ringan di lengan kanannya akibat percikan api. Pagi ini ahli kimia itu pergi ke laboratium melewati jalan depan pabrik naas itu. Seharusnya lab tutup hari ini, tapi kunci di tangannya. Dia bisa berbuat apa saja di ruangan yang sangat mengerti akan dirinya itu. Saat itu dia membeli rokok, atau lebih tepatnya tembakau dalam rokok untuk bahan percobaan di kios samping pabrik. Tiba-tiba saja terdengar dentuman keras. Seketika atap pabrik terlepas ke langit. Dari celah-celah keluar benda-benda kecil yang terbakar. Salah satunya menimpa lengan Faruq.
Hari ini memang minggu, tapi pabrik tetap bergerak. Para buruh hanya mendapat jatah satu hari libur tiap bulannya itu pun bergantian. Dari pintu darurat para buruh berdesakan keluar. Bahkan ada yang terinjak. Tidak tau apa-apa lagi, yang ada dalam pikiran mereka adalah diri mereka sendiri, keselamatan pribadi.
Faurq tidak menghiraukan lukanya. Dia mengambil ponselnya.
Cipto, teman sekantor Faruq yang numpang mobil dan punya hobi sama segera menarik lengan Faruq. Dia tidak sadar bahwa lengan Faruq mengalami luka bakar.
“Ayo!” serunya.
“Iya. Ini aku lagi menghubungi!” tukas Faruq.
Cipto mengerut. “Tidak ada yang perlu kau hubungi! Ikut aku ke rumahku. Semuanya telah kusediakan. Sudah lama kutahan, tapi ini saatnya kita harus balas atas pembantaian ini!”
“Apa yang kau maksud?!” tanya Faruq berteriak, sebab polusi suara yang intensitasnya melampaui 50 desible di mana-mana.
“Kau ikut aku saja. Kita ke rumahku dulu dan ambil yang diperlukan. Setelah itu langsung ke katedral pusat. Aku tahu biang kerok semua ini pasti bersembunyi di situ. Biar mereka tahu kita tidak diam saja dan membuat mereka jera.”
“Apa kau sudah gila dan buta!” hardik Faruq.
“Mereka…” Faruq menunjuk ke arah pabrik. “…tidak memerlukan itu. Mereka perlu ambulan dan pemadam!”
“Urusan itu pasti sudah ada yang menyelesaikan. Dan sekarang harus ada yang memperingatkan para pelaku peledakan ini. Ini pabrik yang buruhnya mayoritas muslim, kau tahu itu. Kau sebagai muslim sejati harusnya tanggap. Lihat saudara-saudara kita diperlakukan seperti itu! Apa kau mau diam dan tidur di balik selimut saja! Mana semangat jihadmu!”
Asap semakin menebal. Satu ledakan meraung marah. Sepertinya ada yang meledak lagi. Faruq dan Cipto merunduk mendengarnya. Gawat, di pabrik itu banyak bahan bakar.
“Terserah kau. Aku harus secepatnya bertindak yang semestinya dan tentunya masih dengan akal sehat.” Faruq mengacuhkan Cipto.
“Kau boleh berbuat sesukamu, tapi aku pinjam mobilmu,”sergah Cipto.
Faruq tidak menggubris permintaan temannya. Dia malah berlari ke kerumunan. Seorang wanita paruhbaya terinjak-injak. Faruq berusaha membantunya bangun. Tapi cairan merembes dari celana wanita itu. Faruq baru menyadari wanita itu ternyata hamil tua. Kenapa wanita hamil ini masih disuruh masuk kerja? Gawat ketubannya pecah. Faruq segera membopongnya ke mobil. Keadaan benar-benar abstrak dan kacau.
Faruq bingung. Dia tidak menemukan mobilnya. Sekitar berjarak 10 meteran dia melihat mobilnya menjauh. Dari spion dia tahu Cipto yang mengendarainya.
“Cipto! Kita harus ke rumah sakit! Wanita ini…”teriaknya tapi tersedak. Dia terbatuk. Asap mendobrak paru-parunya. Ledakan selanjutnya kembali terdengar, diiringi sirene pemadam, ambulan dan polisi. Dia panik dan tidak menyadari ambulan telah tiba.
“Cipto!!!” Dia menaikkan beberapa oktaf teriakannya sampai tenggorokannya sakit. Sekilas Cipto menengok spion, tapi itu tidak membuatnya banting setir.
*****
Jam satu siang Faruq baru tiba di apartemennya. Pakaian kotor di tubuhnya dia lepas dan ditumpuknya di keranjang samping kamar mandi. Tak jauh dari situ ada mesin cuci. Dia segera menyegarkan tubuhnya dengan mandi.
“Ugh…” erangnya pelan. Lukanya di lengannya tak sengaja terbentur shower. Luka itu telah dibalut perban dan diberi antiseptik. Dia jadi teringat wanita hamil itu. Dibandingkan wanita itu lukanya ini tidak ada apa-apanya. Ketubannya pecah dan juga wanita itu mengalami pendarahan hebat. Syukurlah tim medis cepat datang. Wanita itu selamat meski dia harus merelakan bayinya. Faruq jadi teringat istrinya yang juga sedang hamil. Istrinya untuk sementara tinggal di Bogor bersama orangtuanya.
Cepat, dalam lima menit dia sudah keluar dari kamar mandi. Sambil mengeringkan rambut dengan handuk dia menghidupkan televisi. Berita meledaknya pabrik itu telah disiarkan. Korban terluka dan meninggal diperkirakan mencapai seribu jiwa.
Dia mencari ponselnya, bermaksud menghubungi istrinya. Tiba-tiba saja dia mendadak khawatir dan ingin melenyapkan dengan suara istrinya. Sebetulnya di akhir pekan dia mau ke Bogor, namun di otaknya terangkai susunan menarik dan untuk menghilangkan rasa menarik yang mengganggu itu dia harus ke lab dulu.
Dia tidak menemukan ponselnya. Benar juga ponselnya tadi dia tinggalkan di dashboard mobilnya.
Dia beru teringat. Ke mana Cipto membawa mobilnya. Apa benar yang dikatakannya pagi tadi serius.
Televisi LCD di hadapannya, menjawab secara tak sengaja.
Kali ini berita ledakan susulan di tempat yang berbeda. Katedral pusat. Umat kristen di Pulau Gigoba hari itu seperti kehabisan umatnya. Di hari minggu, saat katedral pusat yang luar biasa luas itu dipenuhi oleh jemaah, bangunan gereja terbesar itu meleleh. Lilin-lilin yang di atasnya ada api mungil menari-nari di tangan para anak-anak itu, api yang biasanya menemani ibadat mereka, telah berbaur dengan api yang lebih besar dan gila.
Faruq terduduk lemas di sofa.
Dia tahu, sangat tahu malah, bahwa Cipto orang yang baik. Tapi Faruq tidak tahu doktrin apa yang ada pada otak temannya itu.
“Seharusnya kau tidak melakukan itu, Temanku. Kau terlalu baik untuk ukuran perbuatan seperti ini,”lirihnya.
Faruq meyakini agama islam adalah ajaran yang paling realistis. Tapi di sisi lain dia juga menduga bahwa agama mengajarkan kebaikan, walaupun tidak semua agama benar. Paling tidak budaya teroris bukan ajaran agama siapa-siapa, apalagi islam. Itu cuma gaya hidup seorang atau suatu komunitas psikopat untuk kelangsungan hobinya, namun di atasnamakan agama.
Read More …



Logic Gate (Gerbang Logika) adalah merupakan dasar pembentuk sistem digital

Logic Gate mempunyai gerbang logika dasar yaitu NOT, AND dan OR.

Dari 3 gerbang logika dasar dibentuk 4 gerbang logika tambahan yaitu NAND, NOR, EX-OR, dan EX- NOR

Aljabar Boolean merupakan cara yang ekonomis untyuk menjelaskan fungsi rangkaian digital, bila fungsi yang diinginkan telah diketahui, maka aljabar boolean dapat digunakan untuk membuat implementasi fungsi tersebut dengan cara yang lebih sederhana.

Download klik di sini, Bro

Read More …

1. Bilangan Desimal

2. Bilangan Biner

3. Desimal ke Biner

4. Bilangan Hexadesimal

5. Bilangan Oktal

6. Aritmatika Biner

7. Komplemen 1 dan 2

8. Integer

9. Float

Aritmatika Biner

1. Penjumlahan

2. Pengurangan

3. Perkalian

4. Pembagian



Download klik di sini, Bro.

Read More …


Bilangan biner, oktal, hexadesimal serta konversinya.
Download klik di sini
Read More …





Dibuka dari malam 1 Ramadhan hingga satu bulan ke depan, umat islam bersuka cita. Banyak hal yang menyenangkan di bulan ini. Baik itu positif, maupun negatif, bahkan kombinasi positif-negatif.
Yang haus pengetahuan agama tentu bakal traveling ke masjid-masjid yang mengadakan ceramah shubuh. Pasangan kekasih yang kebetulan orang tuanya super protektif jadi punya alasan buka bareng teman di luar berkedok kencan yang indah. Sementara itu para ABG beramai-ramai ke masjid atau lebih tepatnya ke taman masjid. Bukan untuk shalat tarawih, justru ngobrol-ngobrol tidak ada juntrungannya, bahkan sampai pacaran. Naudzubillh.. Dua bagian akhir ini, bukan dimaksudkan pandangan sinis pada generasi-generasi muda kita, namun ini menyangkut fakta lapangan, kendati tidak mutlak.
Hari pertama dan hari terakhir, itulah dua hari pusaka. Jama’ah shalat tarawih memenuhi masjid pada dua hari itu. Spirit hari pertama karena tarawih perdana tahun ini. Sedangkan spirit hari terakhir karena sebagai penutup atau kenangan. Lantas, mana spirit hari-hari di antara keduanya?
Pada bulan Ramadhan, alih-alih memperbanyak ibadah, malah ritinitas harian yang biasanya dikerjakan jadi bolong-bolong. Bulan ini dijadikan timing untuk bermalasan. Lemas karena puasa biasanya dijadikan sebagai alasan. Agaknya alasan macam ini mengkambinghitamkan puasa. Seolah-olah puasa itu sebagai beban.
Seorang pakar yang mendalami organ pencernaan, dalam bahasa sederhana beliau memaparkan tentang pola makan yang sehat.
“Pola makan yang ideal itu makan 3 kali tiap harinya. Namun ada kalanya kita perlu mengistirahatkan organ pencernaan kita secara berkala tiap bulan atau tahun, dengan puasa misalnya,” jelas beliau.
Jika memandang dari sudut uraian tersebut di atas, sepertinya puasa tidak bisa diartikan sebagai beban , atau cuma sebatas kewajiban umat islam, namun lebih. Yakni “kebutuhan” seluruh manusia.
Selagi itu, di lain bilik ada pula yang kerjaannya tidur terus-terusan dengan dalih tidurnya orang puasa adalah ibadah. Dari pada terjaga dan melihat yang haram.
Sebenarnya orang-orang yang otaknya terjerat oleh asumsi sumbang dan termakan mentah-mentah akan omongan yang dasarnya samar semacam di atas, tidak akan melakukan hal demikian, seandainya mereka mengetahui esensi dari bulan yang penuh berkah ini. Salah satunya adalah sebagai deskripsi bagaimana kondisi perut orang miskin. Apa itu akan dapat dirasakan seseorang yang berpuasa sementara dia sendiri tidur sepanjang hari dan terbangun saat bedug dan makanan telah tersaji. Sambil berbuka puasa dia berucap,”Huuh…puasa hari ini penuh perjuangan.”
Harusnya orang-orang seperti ini perlu disadarkan dari kekurangtepatan tindakannya, bahwa bulan Ramadhan belum sempurna jika hanya diisi ibadah berupa tidur (ibadah pasif/antisipasi dari dosa) saja, akan tetapi disertai ibadah aktif. Tarawih, tadarus Al Qur’an, shalat malam, lebih-lebih pada malam ganjil 10 akhir Ramadhan. Itu pun belum termasuk ibadah wajib.
Namun jangan salah, selain ibadah hablumminallah (yang berhubungan dengan Allah), ada lagi ibadah hablumminannas (yang berhubungan dengan makhluk). Salah satunya mempererat tali silaturrahim yang mungkin sudah agak melorot.
Seperti halnya layanan domain dijaminmurah.com, mengadakan lomba menulis artikel di blog dengan harapan agar lebih akrab dengan kustomer. Ini adalah sebuah upaya yang bernuansa lebih cerah ketimbang tidur melulu di bulan yang suci ini.
Sekejap kucuri waktu. Memungut potongan-potangan mozaik masa lalu yang berserakan di sekujur raga. Apa yang dihasilkan tangan ini kemarin, detik ini, besok? Dan apakah mata ini besok masih dapat melihat tangan yang berlumur itu? Lalu kapan lagi kening ini sejajar dengan kaki, yang entah ke mana saja dia menggiringku. Kalau boleh bertanya, siapa yang bisa memastikan aku masih berkesempatan mencuri waktu di bulan suci selanjutnya?[Ilham Kudo]
Read More …

Oleh:Ilham Kudo
Respon otak manusia dalam mengahadapi suatu kasus tidak bermacam-macam, cuma ada dua. Positif thinking dan negatif thinking.
Apakah positif thinking atau malah negatif thinking yang keluar sebagai pemenang dalam merespon dari suatu problema? Itu tergantung pola pikir dan sudut pandang orang yang bersangkutan. Meskipun kasus yang sama dihadapi oleh dua orang yang berbeda. Bukan berarti respon dari dua orang ini juga ikut sama. Berikut ilustrasinya.

Sebut saja orang ini dengan panggilan Ilham. Dia sedang jalan-jalan bersama CBR-nya. Tiba-tiba di suatu jalan ban motor Ilham ini bocor, dan berhenti tepat di depan sebuah bengkel.
“Jarang-jarang ban CBR-gue bocor. Eh, giliran bocor pas dekat bengkel lagi. Alhamdulillah, nggak jauh-jauh gue nyari bengkel.”
Inilah makhluk yang berpola pikir positif thinking.
Lain halnya dengan Azmie. Walaupun mengalami kesialan yang sama dengan Ilham Positif thinking, tapi saat ban Astrea Legenda-nya Azmie bocor dan dia menyadari pas di sampingnya ada bengkel, bah, matanya memicing bak elang bernafsu memangsa anak ayam, sangat mencurigai.
“Pasti jalan di sekitar sini banyak belingnya. Siapa lagi yang bikin ulah kalau bukan pemilik nih bengkel! Biar orang ke bengkelnya kalee… . Cih, nggak sudi gue nambal di bengkel butut gini.Ntar dianya kesenangan dapat pelanggan dari tipu muslihatnya lagi.”
Azmie pun terseok-seok menuntun motor bututnya ke bengkel lain, yang dia dapatkan setelah berjalan 10 KM!
Sangat kontras perbedari respon keduanya, padahal menghadapi kasus yang tidak berbeda. Ini menunjukkan bahwa indikasi dari positif atau negatif thinking seseorang itu berasal dari cara sudut pandang orang itu sendiri dalam mencerna peristiwa yang dialaminya atau di sekitarnya. Sedangkan peristiwa hanya sebagai pemancing respon tersebut. Apapun peristiwanya, sekalipun itu baik,di mata seseorang yang bersudut pandang negatif, hal itu akan menjadi luar biasa busuknya.
Sekarang tinggal kita sendiri yang meginginkan sudut pandang yang macam apa. Apakah ingin melihat sesuatu yang indah melulu atau sebaliknya?

Asrama Zaid, 15 December 2009
Sore Yang mendung
Read More …







Waktu luang biasanya kuhabiskan dengan laptop tercinta. Sedikitbanya aku agak akrab dengan benda yang satu ini. Kalo dia kerja lambat, aku tahu apa yang harus kulakaukan. Kalo dia bermasalah aku kenal dengan curhatnya yang selalu timbul mendadak. Kadang-kadang dia ngambek, tapi itu tidak terlalu memusingkanku, cukup di-restore saja, dia pasti lupa kenapa dia harus ngambek.


Setiap aku beli benda yang ada buku panduannya, bukunya sering kubaca-baca. Begitu juga dengan laptop. Yang lebih kubaca dulu adalah bab-bab penanganan masalah yang terjadi. Dalam salah satu paragraf aku temukan kalimat: apabila laptop hang dan tidak bisa diapa-apakan lagi, maka tekan tombol kombinasi Ctrl+Alt+Del, keluarlah task manager, lalu matikan program yang tidak bisa ditutup dari task manager itu. Apabila tombol kombinasi tidak berhasil, cara terakhir adalah tekan tombol power untuk memutuskan listrik agar laptop mati. Dan hal terkahir ini sebiasa mungkin harus dihindari, karena laptop dimatikan secara paksa dan dapat merusak harddisk.


Selamat setahun lebih aku sering melakukan hal yang di atas. Apabila laptop hang, kutekan tombol kombinasi Ctrl+Alt+Del, dan apabila tidak mampu, cara terakhir yang kupakai, tekan tombol power. Sekali lagi kutekankan, itu selama setahun lebih saja. Karena ada suatu hari setelah itu terjadi masalah pada laptopku yang tidak bisa dipecahkan oleh trik dari buku panduan tersebut.


Pada waktu antara maghrib-isya aku pulang ke asramaa, asyik nge-laptop, lagi main virtual DJ. Tahu-tahu laptop tercinta itu hang. Kutekan tombol kombinasi Ctrl+Alt+Del. Taks manager-nya emang keluar, tapi program virtual DJ yang bikin tekang itu nggak mau tertutup. Cara tombol kombinasi gagal, terpaksa akku pakai yang dalam buku panduan disebut ‘cara terakhir’. Kutekan tombol power selama empat detik sesuai panduan. Seharusnya laptop itu mati karena listrik dari batere diputus. Tapi itu seharusnya dan yang terjadi malah yang tidak seharusnya terjadi.


Busyet laptop nggak mati-mati. Dapat listrik dari mana ni laptop?! Pada waktu itulah klimaks atau puncak kehancuran software yang ada di laptopku terjadi. Kalo tombol huruf ‘A’ rusak itu, itu menyedihkan, tapi ini tombol power, aku jadi bingung.


Aku memutar otak, bagaimana caranya agar laptop ini bisa mati mendadak. Di-restart juga nggak mau. Cara satu-satunya harus memaksanya shutdown. Ting-tong! Sebuah ide cemerlang mencet bel di otakku.


Dengan hati-hati kubalik laptop. Hati-hati banget, karena bahaya kalo sampai harddisk-nya rusak. Dengan seringai kulepas baterenya. Nyip….. laptopnya beneran mati. Kupasang lagi baterenya, kukembalikan ke posisi semula dan tekan tombol power. Detik-detik itu adalah menegangkan, kayak nunggu hasil UN. Laptop melewati boot dengan sukses, sampai akhirnya masuk windows. Huhhmmphhh…. Aku plong.


Aku berkhayal, kapan-kapan kalo aku mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang produksi laptop, mungkin tidak salahnya kutambahkan ‘cara terakhir adalah lepas batere’.


 

Read More …



Sepertinya syarafku agak menegang akhir-akhir ini. Yah, semacam repetitive strain injury (RSI) atau apalah, susah nyebutnya, mulutku saja sampai berbuih. Yang jelas sebentar lagi hasil ujian akan diumumkan. Aku gugup banget banget. Bayangkan perjuangang tiga tahun dipertaruhkan hanya dalam beberapa LJK.
Pada malam harinya aku sulit tidur. Selain karena kepikiran kelulusan, kasurku itu banyak kutunya. Dalam satu waktu aku mengintip lemari pakaian. Seragam putih-abu-abunya masih ada. Paling nggak persiapan kalo memang harus mengulang. Semoga itu nggak pernah ada. Setelah itu aku kembali ke laptop. Nggak penting, cuman main GTA.
Udah jam sebelas malam. Belum juga mau tidur. Gelisah.
Waktu maghrib tadi aku dengar ada satu yang nggak lulus. Sebenarnya sih aku nggak percaya-percaya amat. Biasalah… gosip. Tapi aku gugup juga. Jangan-jangan benar? Jangan-jangan orang malang itu aku?
Esok harinya, di bumi masih tersedia cukup udara untuk dihirup manusia gugup yang tentunya banyak menghabisakan oksigen macam aku dan teman-temanku yang lain. Tapi pastinya kegugupan itu nggak dipublikasikan. Cukup dalam hati, milik sendiri. Nanti jam sepuluh hasil baru akan dibeberkan di mushalla.
Pagi itu, seperti biasa, berhubung masih berstatus santri, aku masuk kelas. Belajar kitab. Sebentar-sebentar nengok ke belakang, ke arah jam dinding. Menghitung mundur.
“Sejam lagi.”
Klimaksnya pas penyerahan amplop berisi hasil UN. Di mushalla, setelah tetek-bengek seperti sambutan dan spesies lainnya, satu-satu orang maju mengambil amplop tipis yang harga perunitnya Rp. 50,-. Iya, murah! Isinya pun cuma sepotong kertas kecil. Kertas semacam itu ada dua rim di atas lemariku, mereknya sinar dunia.
Yang pertama dipanggil adalah…
“Abdurrahman!” panggil Pak Mus, pahlawan kita itu.
Orang yang bersangkutan maju dengan riang. Sehabis mengambil amplop, dia teriak-teriak bahwa dia lulus. Padahal dia belum membuka amplopnya, tapi dia yakin pasti lulus. Aku bisa mengerti, soalnya dia yang paling banyak punya jaringan.
Satu demi satu menyungging senyum, dan aku kapan? Ada yang histeris kesenangan. Kayaknya belum ada gelagat kegagalan. Semoga saja berita satu orang nggak lulus itu salah. Tapi aku jadi kepikiran sama doaku barusan. Kayaknya doa itu lumayan berbahaya jika sampai kabul. Misalnya , berita itu memang salah, dan yang benar itu cuma satu orang yang lulus. Wah, parah!
Setiap habis nerima amplop pasti nggak langsung dibuka, tapi diterawang dulu. Amplopnya kan tipis, jadi bisa kelihatan. Sampai pada giliranku. Aku terwang amplop itu. Harusnya tulisan di sepotong kertas di dalam amplop tipis itu kelihatan, tapi kertas di dalam amplopku ini sedikit bermasalah. Kertasnya terlilpat sehingga kertasnya nggak bisa kelihatan.
“Hah… apa lagi ini? Bikin lambat!”
Gemetaran, kubobol amplop itu. Kupaksa isinya keluar. Untungnya kertas itu nggak berontak. Waktu kubuka lipatannya pun dia pasrah. Dan aku lemas membaca tulisannya.
SELAMAT ANDA LULUS
Aku mendadak jadi sejenis orang yang orang ya g mengidap autis atau mungkin skizofrenia. Aku bingung dalam memilih ekspresi macam apa yang cocok. Aku cuma sanggup bersyukur dan tersenyum.
Detik-detik sesudah itu aku plong. Menunggu yang belum dapat amplop, aku duduk bersandar. Sebentar-sebentar membuka sepotong kertas luar biasa itu. Untung, tulisannya masih sama. Tajuddin menempelkan kertas sakti itu di dahinya dengan menyelipkan di kupiah. Dia berjalan keliling-keliling. Semua orang tahu dia itu manusia riya (sok pamer).
Lagi-lagi aku menengok kertasku. Kali ini lebih teliti.
02-011-051-6
Muhammad Ilham
SELAMAT
ANDA LULUS
Ah, manisnya. Di lubang huruf ‘A’ aku melihat kota Malang.
“Tunggu aku ITN.”
*****
Jika ditanya bacaan favorit, aku biasanya menyebutkan judul-judul novel dari tetralogi Laskar Pelangi. Tapi setelah pikir-pikir, jika dalam waktu dekat-dekat ini ada yang nanya bacaan favoritku, mungkin akuk bakal menjawab: kertas hasil UN-ku. 02-011-051-6 Muhammad Ilham SELAMAT ANDA LULUS.
*****
Gosip itu ternyata benar; satu orang nggak lulus. Ternyata banyak jaringan itu tak seindah kelihatannya, bingung milih yang mana. Terus berjuang Abdurrahim!
Read More …

Oleh: ILham Kudo

Di labirin LA Azmie seperti tikus kecil, terperangkap. Sisi kanan-kiri Azmie diapit dua gedung tua, di hadapan terhalang tembok dari bangunan lain, selain itu di balik punggungnya, jalan dia masuk ke bilik ini, telah diblokir kawanan Marginal Street (MS).
Azmie berbalik. Di hadapannya berdiri empat orang. Tampang mereka memandang rendah Azmie.
“Innalillahi wa innalillahi roji’un,” reflek Azmie.
Seorang dari MS yang berdiri di belakang terkesima. Pria arab itu sangat mengenal dengan ucapan Azmie barusan. Dia maju ke depan.
“Are you Arabian?”tanyanya nggak penting.
Lebih nggak penting lagi, Azmie malah menyahut. “No. I’m Indonesian.” Semakin nggak penting lagi ditambahnya, “from Puntik City.”

Jones, orang yang kelihatannya sebagai senior, menarik mundur Rosyid, orang arab itu.
“Very urgent,” cemooh Jones. “Up to you, are you Arabian or puntikian, accede with kami now!”
Saat itu gelap mulai turun. Penerangan kurang layak di pinggiran kota ini. Sunyi. Sangat berbedsa dengan Disneyland. Di sini bukan tampatnya manusia, inilah toilet umum bagi anjing jalanan Los Angeles.

“I’m reject!” Datar suara Azmie.
“Ha…ha… ini bukan tawara, tapi perintah. Jaga nyawamu, bangsat!”
Mata jones nyalang. “Simpan senjata kalian. Makhluk ini harus ditangkap hidup-hidup.” Tangannya mengisyaratkan agar anak buahnya menyerang. Aksi pertama ditampilkan seorang berdarah Thailand dengan thaiboxing.
Dari kuda-kuda orang itu, Azmie mengenal seni bertarung lawannya kali ini.
“Gerakan kaku, menitikberatkan serangan pada otot dan tentunya satu kali serangan telak bakal meremukkan tengkukku,” gumamnya. “But sehebat apapun lawan asal bisa mengelak, semuanya nggak lebih berbahaya dari makan cemilan.”
Dengan sekali hentakan kaki, pengguna thaiboxing itu telah berada di balik punggung Azmie. Dia mengincar tengkuk! Pukulannya dari atas ke bawah, vertikal. Azmie bergeser sedikit ke depan. Meleset.
Azmie bukan sekadar mengelak, namun sekaligus menciptakan jarak agar dia mudah menaiki dan menginjak dada orang thai itu sebagai pijakan. Setelah itu Azmie melesat ke tembok dan menempel di sana dengan membentangkan kedua kaki dan tangan. Jarak kedua tembok itu cuma 1 meter.
Orang thai itu hanya terjajar sedikit. Dia mengibaskan pasir yang mengotori bajunya.
“Wah….wah… kayaknya injakanku tadi nggak ada apa-apanya di otot yang lo pelihara bertahun-tahun itu.” Ucap Azmie sembari tersenyum. “Tapi sekekar apapun tubuhmu, di dalamnya tetap ada aliran darah kan?”
Read More …

Oleh: Ilham Kudo

Di sepanjang siring pinggiran Masjid Sabilal hingga Pantai Jodoh (PJ) serta bahu jembatan Pasar Lama, ramai dengan fishman (manusia ikan, sebutan untuk pemancing mania). Sesekali terdengar katrol pancingan diputar. Banyak berjatuhan orban. Korban berupa ikan tak berdosa yang tersangkut di kail.“Akhir-akhir ini ikannya pada rame. Biasa, lagi musimnya. Malam ini saja box bapak hampir penuh, hehe… padahal baru satu jam. Kalau kamu, udah dapat banyak belum?” Seloroh bapak bertopi, diakhiri dengan pertanyaan. Si bapak mengisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya ke ruang malam.
“Mas?” Si bapak memastikan apakah orang di sebelahnya, yang diajaknya ngobrol barusan mendengar atau tidak. Orang bertudung sweater itu hanya diam. Jangan-jangan dia tertidur, pikir si bapak. Si bapak membiarkan saja. Dia kembali sibuk dengan kailnya yang bergerak-gerak.
“Wah, dasar ikan rakus,” ucap si bapak sumringah.
*****
Qori, dari balik tudung sweater, sebenarnya mendengar sayup-sayup suara bapak di sebelahnya. Timbul tenggelam oleh suara dari headset sadapan. Dia lagi nguping pembicaraan orang yang mengincarnya.
Read More …


Tes SNMPTN di UNLAM udah kelar. Pada akhirnya aku ucapkan: nggak ada harapan. Bukannya putus asa, tapi aku nggak mau terlalu berharap kepada sesuatu yang sangat tinggi untuk kucapai (duh, bahasanya).

Pendidikanku berlatarbelakang pesantren, habitat aslinya itu kalo mau kuliah, ya ke STAIN, IAIN, UIN ato malah lanjut lagi ke pesantren yang lain. Mungkin kami anak-anak pesantren ini memang harus kembali ke habitat masing-masing jika nggak ingin dikacangin orang. Cuma segelintir orang yang mungkin kapasitasnya mampu untuk memutar haluan, seperti ngambil jurusan yang secara kasat mata nggak relevan dengan pelajaran di pesantren.

Kalo aku sih nunggu pengumuman ITN Malang dulu. Aku rencananya ngambil komunikasi di Elektro. Sebenarnya aku benar-benar blank, apa itu komunikasi? Belajar apa? Lalu ujung-ujunnya jadi apa!? Tapi kenapa ya, itu malah menggodaku untuk mempelajarinya.

Di sisi lain aku juga masih bingung. Seandainya aku lulus di ITN dan lulus juga di IAIN Antasari, aku milih yang mana? Aku masih ingin memperdalam agamaku. Nggak ingin jauh dari lingkungan relegius. Soalnya di lingkungan relegius aja aku nggak karuan gini, apalagi di lingkungan bebas. Sementara itu aku juga ingin cari angin baru di ITN. Selama ini seperti yang diketahui oleh Malaikat Pencatat, aku ini belajar di pesantren. Makanya itu mau cari yang baru.

Namun pada akhirnya, di mana pun aku melanjutkan studiku, aku berharap dapat berbuat semaksimal mungkin dalam hal-hal positif. Entah itu aku di IAIN ataupun di ITN ato Allah berkehendak lain di antara dua itu, sekolah di Oxford misalnya, yang secara kasat mata mempelajari ilmu yang nggak sama, mempunyai kegunaan masing-masing, tapi sumber ilmu itu hanya satu yaitu Allah. Dan aku berharap dengan ilmu itu aku nggak celaka.
Read More …

Namanya juga pondok pesantren, biasanya sih banyak undangan dari warga sekitar sampai yang luar kota. Apalagi pas bulan Rabi’ul Awwal, bulannya ultah nabi kita ato biasanya disebut bulan maulid. Pada bulan itu banyak banget udangan perayaan maulid, nggak di masjid, surau, rumah-rumah, tapi nggak ada kok yang ngundang ke pub.

Waktu masih muda (kelas tsanawiyah/SLTP) aku emang hobi ikut undangan. Pas udah aliyah (SLTA) bawaannya malas mulu. Apalagi waktu III aliyah. Kalo ada teman yang ngajakin undangan, aku interogasi dulu.


Teman: Ham, ikut udangan? Ikut, kucatat nih... *Meletakkan mata pen di atas kertas. Tekesan ngancam gitu*
Aku : Undangan apa?
Teman: Maulid. Ntar habis isya
Aku: : Oh... lain kali aja
Bukannya aku nggak suka maulid, tapi yang jadi masalah itu sifat yang paling manusiawi di diriku, laphar...*agak berbisik*. Maulid kan biasnya habis isya, otomatis kalo ikut maulid makan jadi telat. Apalagi jika maulidnya mengayak-ayak maut. Trus disambung ceramah.

Padahal menurut para ahli, makan di atas jam delapan ato sembilan malam tidak bagus bagi pencernaan. Saat itu mesin perut lagi istirahat, kecapean kerja seharian. Jadi jika dipaksakan makan di atas jam tersebut, bisa mengakibatkan timbunan lemak. Ya jadinya kegemukan.
Aku jadi kepikiran sama diriku yang kurus ini, iseng-iseng aku makan tengah malam. Tapi nyatanya aku tetap kelewat langsing dan singset. Dipikir-pikir mungkin mesin perutnya emang istirahat, tapi cacingnya yang online 24 jam.

Back to... pada intinya aku jarang ikut undangan maulid. Tapi lain halnya jika undangan yang acaranya singkat.

Teman: Habis maghrib langsung ke gerbang muka, undangan.*Gaya sok memvonis*.
Aku : Undangan apa?
Teman: Haulan.
Hehe... kalo cuma haulan, sih sebentar. Acaranya habis maghrib pula, jadinya makan nggak telat-telat amat.

Singkat cerita (hailah... jurus pamungkas penulis bila lagi kebingungan) sebellum pembacaan surah yasin, tahlil dan doa haul, tuan rumah nyuguhin minum teh sama wadai apam peranggi (silakan tanya sama ustadz Google). Kalo apamnya sih oke banget, tapi tehnya ada sedikit sensasi.

Aku minum seminum-minumnya tanpa rasa berdosa kepada diriku sendiri, sedangkan diriku ini nggak nyadar kalo di gelas teh ada benda hitam-putih tidak terpuji. Sadarnya pas sedikit lagi tehnya habis. Aku khwatir, mampukah sistem pencernaan mengatasi air bekas kotoran cicak itu.

Namun dalam hati aku tetap bersyukur, ntung bukan kotoran sapi.
*****
Read More …

Pernah nonton film kartun Monster Inc? Memang cerita utamanya tentang seorang anak manusia yang tersesat ke negeri itu, tapi bukan itu yang ingin kusampaikan. Melainkan tentang negeri para monster yang sebenarnya takut kepada manusia. Negeri mereka tentu membutuhkah pasokan energi. Karena itulah berdiri sebuah perusahaan penyedia enerji.
Pasokan energi itu didapatkandari menakut-nakuti manusia. Jadi di perusahaan tersebut disediakan pintu penguhubung ke dunia manusia. Dan para monster pun masuk melalui media itu. Trus keluarnya dari dalam lemari pakaian, langsung mengejutkan anak kecil yang lagi tidur. Otomatis yang dibangunin teriaklah.
Teriakan itu yang mengisi tabung energi yang sebelumnya sudah diletakkan di samping pintu penghubung. Kadar pengisiannya tergantung berapa oktaf tinggi jeritan.
Lalu aku terpikir, jangan-jangan hantu juga kayak itu? Maksudnya, selama ini mereka nakut-nakutin kita Cuma sebagian dari bisnisnya yang mereka geluti.
Mereka menguras jeritan ketakutan kita, gemetaran lutut, bahakan linangan air hangat yang dahsyt itu dipersembahkan untuk keperluan negeri mereka, negeri para hantu. Tapi nggak papa juga sih, soalnya manusia juga sering mengeksploitasi mereka, kayak bikin film horor.

Aku tahu ini terdengar bodoh, tapi kita kan sering dengar orang mati ketabrak, kepleset di toilet, ato lupa cara bernapas. Lalu apa ada berita mati dimakan hantu? Nggak ada kan? Masa berita mati dimakan hantu. Berita kan nggak punya nyawa.
Ya itu tadi kesimpulannya, nggak ada orang mati dimakan hantu.
Aku nggak tau ya, apa mirip antara kedok monter inc sama hantu, yang pasti di Al Falah pernah ada kejadian pocong fashion.
Kata kakak kelas, dulunya itu di pondok ini emang banyak hantunya, namun seiring berlalunya zaman dan periode, berakhir pulalah zamannya hantu. Nggak ada lagi penampakan.
Hantu di Al Falah pun mulai pudar. Akan tetapi di suatu malam berkabut di tahun2008-an (klasik banget ya) eksistensi hantu kembali meggeliat. Para santri dikejutkan berita bahwa seorang santri mergokin pocong di area jemuran pakaian. Mergokinnya nggak sengajalah, otomatis santri itu mendadak berbakat sekali larinya. Langkahnya lebar banget, coz kalo loncat-loncat persaingan imbang dong.
Keesokan harinya diketahui pakaian di jemuran tempat pocong itu muncul raib. Mana yang baik-baik pula. Kejadian ini terus berulang-ulang. Sampai-sampai piringan CD-nya lecet karena kebanyakan diputar. Lho?
Kayaknya ini bukan poocng sembarangan. Pocong ini tau banget dengan perkembangan fashion, buktinya pakaianku aja nggak ilang-ilang. Karena itulah aku menetapkan hati untuk berguru fashion kepada beliau. Ya nggaklah...
Melihat dari sepak terjang si pocong, pengamat hantu dalam konferensi terbuka berfatwa bahwa pocong ini bajakan. Ya semacam CD bajakan di pinggir-pinggir jalan itu. Mengetahui itu masyarakat Al Falah geram dan nggak takut lagi.
Pada akhirnya nggak ada yang takut lagi sama pocong gadungan itu. Malah kalo ketemu, sebisa mungkin ngejar dia. Menurut berita telinga ke kuping si pocong masuk kawasan pesantren lewat tembok yang berlubang di samping lapangan bola. Di situlah staf IKPPF khususnya keamanan (sebutan untuk OSIS di pondokan ini). Tapi nangkap pocong itu susah-susah gampang. Emang kakinya keiket, namun apa jadinya kalo ketangkap yang aslinya? Jadinya kalo ngejar itu ragu-ragu, asli nggak ya?
Konon si pocong pernah dikejar, kaburnya itu ke persimpangan jalan. Trus di balik tikkungan dia raib tanpa ningggalin warisan sepeser pun. Menurut yang doyan gaib, si pocong menggunakan ilmu menghilang ato penipu mata. Lain lagi pendapat yang lebih mengedapankan kelogisan, pasti dia nyingsing kostum trus ngacir sengacir-ngacirnya. Kalo analisis pribadiku sih, palingan tuh pocong jeblok ke got. Sial yang membawa untung.
*****
Read More …



Aku pergi ke sekolah, SDN Surgi Mufti 5. Padahal jelas-jelas saat itu nggak ada kegiatan belajar sama sekali untuk anak didik kelas 6, soalnya aku dkk. udah ngelewatin UN. Tapi nggak ada kejelasan libur.

Indra: Kamu lanjutin ke mana?

Aku : Lanjutin apanya?

Indra: Ya lanjutin sekolah kamulah...

Aku terpikir ato terbengong sejenak, kemarin aku memang udah daftar ke sebuah pesantren, jadi kujawab saja: Ke Al Falah.

Indra: Al Falah? Apa itu? perasaan baru dengar.

Aku : Itu pondok pesantren *Sambil mengusap ujung hidung*

Indra: *Agak histeris* Jadi kamu beneran masuk pesantren?! Kok kamu mau-maunya masuk ke situ?

Aku : Aku kan pengen jadi malaikat.

Cita-cita itu kan terserah, suka-suka akulah. Tapi pas mendaftar ke Al Falah, ada sih ditanya orang yang ngetes: kamu sekolah ke sini emang mau jadi apa?

Aku jawab: ustadz. Soalnya takut dibilang aneh kalo bilang mo jadi malaikat. Yang pasti masuk pesantren nggak ada sedikit pun cita-citaku tuh jadi teroris. Itu pasti!

Sepertinya kabar seleb macam aku ini udah menyebar di anak-anak kelas enam. Wajar sih, soalnya kebanyakan masuk SMP. Waktu itu yang namanya pesantren pendidikannya emang dinilai masih terbelakang. Mau jadi apa kamu? Emang lulusnya kamu mau kerja di mana? Vokalis surau?

Halah yang macam itu nggak usah dipikirin.

Kembali ke sekolahan.

Indra: Sebenarnya sih, aku juga mau kayak kamu, masuk pesantren, *Agak malu-malu kucing*

Aku : *Heboh sendiri* Hah, Beneran?! Bagus tuh, berarti aku punya teman dong.

Indra: Besok aku mau daftar. Ntar kamu mau nggak nemenin aku, ayahku nggak tau tempatnya.

Aku : Iyah!

Tinggal beberapa hari lagi aku akan meninggalkan sekolah tercinta ini. Seharusnnya aku mengidap sindrom sedih atau varian lainnya. Mungkin aku akan merindukan Madi, yang kepalanya di bokerin burung, waktu kami menunggu bel masuk di bawah tiang listrik. Bisa juga aku merindukan bau khas seperti pahit-pahit kalat dari langit-langit kelas yang berlubang, kata teman sih bau tokek. Kadang aku geli sendiri teringat kena sanksi dari Pak Bukeri, disuruh duduk di lantai saat ulangan catur wulan.

Namun aku belum mengenal betul sindrom itu. Aku masih bergelut dengan ingus, belum mengerti arti sebuah perpisahan. Yang ada di otakku cuman: ah, aku nggak bisa lagi nonton kartun mingguan!

*****

Waktu masih santri baru (sanba) aku terserang shockcultural. Bagaimana nggak, bangun tidur sebelum adzan subuh, mandi di kolam umum, jadi jika terlambat nggak usah mimpi mandi deh, airnya keburu habis. Jika mau ke wc musti jalan bermeter-meter, coz wcnya di luar asrama. Sampai wc, malah penuh. Cari wc lain, airnya habislah, ember pecahlah.

Balum lagi masalah belajar. Bartahun-tahun aku belajar pakai bahasa sendiri, eh... di sini malah pake bahasa planet mana gitu. Kalo baca Al Qur’ an sih aku masih ngesot-ngesot ato merangkak-rangkak. Tapi Al Qur’an kan pake harakat (baris), kalo kitab yang dipelajari si sini, secuil baris pun nggak ada, makanya itu disebut orang arab gundul. Kukira itu benar, ternyata itu bukan arab gundul sebenarnya, cuman bahasa melayu (mirip banget bahasa indonesia) tapi ditulis dengan huruf hijaiyyah. Baru setelah naik ke jenjang yang lebih tinggi, aku menemukan arab gundul yang asli.

Ternyata arab gundul sejati lebih parah dari yang kubayangkan, membuatku gila.

Misalnya saja:










Bisa dibaca:


Yang pertama dibaca: Intaha

Yang kedua dibaca : Initahi

Kan jadinya bingung mana yang benar. Ato gini, misalnya aja di hadapan kamu ada kepala gundul tanpa sehelai rambut pun di situ. Lalu ditanya Tantowi Yahya: Jika tumbuh rambut di kepala ini, maka mondel rambutnya....

a. Straight

b. Kribo

c. Polem

d. Keriting

Bingungkan?

*****
Read More …

                Hari sudah agak siangan, pukul 10 waktu setempat. Grand Canyon benar-benar surga bagi yang ingin back to nature. Kebetulan Ilham duduk di kursi dekat jendela. Dia jadi busa leluasa melihat dari jendela  bus di samping bahu kirinya, tebing-tebing yang eksotis sekaligus angkuh.


                Bus berderak dengan kecepatan sedang (bahkan mendekati rendah) di atas jalan beraspal yang zig-zag, kiri-kanan. Ilham membuka meja lipat yang menempel di sandaran kursi di depannya. Lalu dia letakkan di situ netbook bercorak Marsupilami. Dia mengetik sedikit tentang Grand Canyon, lumayan hitung-hitung nyicil jurnal backpack-nya.


                Stretching 277 miles across northern Arizona, the Grand Canyon ranges in elevation from 2,400 feet to over 7,000 feet above sea level. In places, it is up to one mile deep and over 18 miles wide, while some of the canyon's majestic plateaus to the north rise to 9,000 feet above sea level. . The scenery is spectacular, and is a must see for anybody.


                Cukup. Setelah netbook dihibernate-kan, Ilham segera menutupnya. Inilah kelebihan dari netbook yang khusus diperuntukkan bagi backpacker-backpacker suatu travel agency mapan. Dalam netbook ditanamkan hardware cool hell berbahan elemen yang dapat me-coolent tingkat panas  apabila  netbook kepanasan. Sebagai backpacker, tentunya sering buka-tutup netbook di sembarang tempat. Entah itu di bawah pohon atau dalam toilet.


                Dulunya memang dalam pencatatan jurnal hanya bermodal buku catatan, namun perkembangan multimedia sangat mencolok, sehingga semua profesi yang bersangkutan dokumentasi tak lepas dari yang namanya netbook atau sejenisnya.  Karena itulah netbook backpacker disertakan coolhell di bawah keyboard. Sehingga bisa langsung ditutup tanpa menunggu netbook dingin sampai 10 hingga 15 menitan. Soalnya jika dipaksakan ditutup dalam keadaan masih panas bakal mengurangi resolusi layar.


                Akhir-akhir ini banyak bermuculan backpacker yang ingin menjelajah, namun enggan menggunakan jasa travel karena ingin merasakan tantangan di negeri orang dan terperangkap di zona asing. Jika mengandalkan jasa travel, tentu akomodsinya dijamin, dengan kata lain pasti buia balik lagi ke negeri sendiri, dan pulang tepat waktu tanpa adanya kesempatan berleha-berleha ke tempat yang lebih banyak lagi, soalnya segala sesuatu sudah diatur travel agency yang bersangkutan.


                Perusahaan jasa travel menyisiasati ini, dengan memperkerjakan backpacker untuk survei lapangan dengan cara backpacker, tanpa campur tangan travel ke beberapa kota dan negara yang rating wiastanya tinggi, dengan biaya semurah-murahnya. Dan selanjutnya backpacker travel ini menuliskan jurnal penjelajahannya, jalur transportasi termurah dan kota apa saja yang dapat dikunjungi dalam kurun waktu yang se-efisien mungkin,  beserta kemungkinan terburuk yang sering terjadi sekaligus pilihan solusinya. Lalu jurnal itu dibukukan sebagai bahan referensi backpacker yang ikut training. Jurnal itu pun tidak baku, cuma sebagai tawaran.


                Wah…. Dari jendela bus, Ilham melewatkan sebuah danau dengan permukaan beriak damai. Entah mengapa danau itu mensugestinya untuk turun di situ.


                Bus merangkak lagi setelah menurunkan Ilham di bahu jalan.  Dia kenakan kacamata rayban, soalnya silau matahari. Celananya tiga perempat di bawah lutut berwarna hijau lumut. Sedangkan sepatunya bersol tebal dengan gerigi yang sangar.


                Dia pun melompati batu-batu besar, menuju danau yang agak menjorok ke dalam hutan.  Danau berdiameter 15 meteran ini dikepung oleh bebatuan alam raksasa dan pohon-pohon cemara yang diramaikan burung-burung. Di pojokan terdapt air terjun mini setinggi dua meteran. Rupanya itu pelaku yang menimbulkan air ini beriak.  Ilham melongok ke danau. Dasarnya kelihatan, berupa batu-batu kecil dan pasir.


                Transparent,” komentarnya sambil mencelupkan tangan. “Dan sejuk.”


                Dia pun segera melaksanakan niat jahatnya. Banting bag pack, lepas sepatu, bongkar pakaian, berenang! Bah, dia adalah penggila renang sejati.


                Tapi gerakannya terhenti sewaktu melepaskan kaos oblongnya, dan perlahan mengembalikan posisi kaos yang sempat terangkat setengah.


                “Perasaan ada yang kurang.” Dia nengok ke  bag pack yang ditelantarkannya di atas batu besar. Dia periksa  isinya. Baju celana ada. Paspor dan kawan-kawan ada. Sleeping bag juga ada. Krim anti panas dan dingin masih ada. Pokoknya semua ada.


                Lalu dia  menerawang, dan mulai tergambar di atas kepalanya: benda banyak tombol, punya layar 8 inchi, pake touchpad yang sering nyetrum telunjuknya. Netbook!


                Dia bedah habus-habusan bag pack-nya. Positif, nggak ada.  Pasti bakal dimarahin atasan lagi, soalnya dia juga pernah menghilangkan netbook di Colusium Roma dua bulan yang lalu.


                Ilham mengingat-ingat, waktu dalam bus yang ditumpanginya tadi, dia ngetik bentar, netbooknya ditaruh di atas meja lipat .


                “Ah, iya lupa dimasukin ke tas.” Ini karena tekad berenangnya membuat dia lupa pas melihat danau tadi. Segera dia berpikir mengejar bus tersebut. Pasti belum begitu jauh. Soalnya busnya lambat. Dia buka resleting bag bagian samping. Sebuah sketboard lipat, hadiah dari pacarnya waktu kuliah di IAIN Antasari. Dia selalu membawa papan itu kemana-mana, aneh memang backpacker membawa barang semacam itu, tapi saat begini berguna juga. Selain berenang dia juga peluncur yang cukup handal. Setelah merentangkan papan luncur, dia  putar tuas dekat engsel, supaya pas papan jumping, papannya nggak terlipat.


                Ilham kembali melompat-lompat di batu-batu, jalannya semula, menuju pinggir jalan.  Benar, bus tadi masih kelihatan di ujung jalan. Dia tempatkan board-nya ke atas aspal, dan melompat ke atasnya, sejurus kemudian, wusss…


                Sekarang bus menikung ke kanan, dan hilang di balik tebing terjal yang menjulang angkuh. Ilham harus lebih cepat lagi, jika tidak ingin diomelin  Pak Rustam, manajernya untuk yang kedua kalinya.


                Hampir saja Ilham menikung ke kanan, tiba-tiba dari arah yang berlawanan meluncur mobil Ford metalik. Berhubung Ilham jalannya agak ke tengah dan kurang cepat menyadari si Ford sebab terlindung tebing, terjadilah tabrakan. Syukurlah Ilham cukup gesit melompatdari board-nya  ke atas kap mobil dan terus hingga ke bagian atap, tapi si pengemudi terkejut dan langsung injak rem mendadak, sehingga keseimbangan Ilham goyah dan jatuh ke belakang mobil. Sikunya berdarah.


                Aahh…”ringisnya. Si pengemudi segera keluar. Pria  jangkung.


                “Sorry….,” ucapnya gugup campur bingung, apakah dilanjutakan menggunakan “sir” atau “boy”. “Are you OK? I Will keep you to the clinic now if you are hurt. The hospital is distant from here ,” tawarnya, tapi bernada perintah.


                “Oh, thanks. It’s  ok,” sahut Ilham ramah. Salah dia juga sih, meluncur serampangan.


                “Anda dari Indonesia?” tanya si pengemudi tadi dengan bahasa indonesia, setelah melihat fisik Ilham. Yah, paling nggak dia orang melayu, batin pengemudi itu.


                 Lho, kok tau? Jangan-jangan yang nabrak gue atau tepatnya yang gue tabrak tadi orang indonesia juga, pikir Ilham yang dari tadi menunduk memerhatikan lukanya. Segera dia mengangkat wajahnya.


                “Iya, saya dari Indo….” Jawabannya tersangkut di kerongkongan.


                “Ilham?” Spontan si pengemudi melontarkan nama itu, seakan tidak percaya, bertemu kawan lamanya di sini.


*****


                Jauh dari situ, Indonesia, ibu kota kalsel, Banjarmasin. Malam itu Qori terlibat pembicaraan serius dengan Ihsan.


                “Lo itu kan bankir, masa  nggak bisa,” rengek Qori kayak anak ingusan minta permen.


                “Bukan masalah bisa atau nggaknya, tapi gue nggak mau berdosa, apa lagi sampai masuk LP, titik!” tegas  Ihsan.


                “Ck, musti berapa kali gue bilang,”dengus Qori kesal. “Lo nggak bakal gue libatin sejauh mugkin, lo cuma perlu duplikat nih kartu dan tutup mulut, selesai. Selanjutnya semua serahkan ke gue, dijamin beres tanpa cacat. Lo tau kan, gue yang sekarang  bukan seperti gue yang dulu lagi, gue teliti, Men.” Qori mendoktrin Ihsan.


                Tapi, itu kan uang orang,” ucap Ihsan  innocent.


                “Eerrghh…” Qori hampir saja ingin mencekik makhluk di hadapannya ini. “Berapa kali gue bilang, yang gue bajak itu orang korup, jadi itu bukan duitnya, tapi duit orang sebangsa mereka.” Qori menunjuk gembel-gembel yang berkeliaran dekat tokonya.


                Ihsan mikir-mikir lagi.


                “Ya udah, terserah lo aja, mau bantu ato nggak,”ucap Qori. “Gue cuman mau bantu mereka, dan gue nggak ngambil seperser pun dari hasil itu, kecuali biaya operasional doang.” Qori melanjutkan pelan banget,”Dan sedikit upah.”


                “Gue masih bisa makan dari hasil toko DVD gue.” Mulai dah  curhat.”Nggak hanya makan, beli mobil gue juga mampu.”


                Qori memang membuka toko  DVD, DVD bajakan. Kata orang, kapan Indonesia  bisa maju kalau pembajak-pembajak menjamur di mana-mana. Namun Qori tidak merasa bersalah, lho wong film yang dia bajak juga hasil bajakan dari dari film lain, hanya sedikit mengubah alur cerita. Tapi tetap saja membajak itu salah.


                Meskipun  toko DVD menjamur di mana-mana, toko Qori tetap yang paling ramai pengunjung. Soalnya, film-film  DVD Qori kualitasnya bagus, bukan hasil dari layar bioskop yang di kamera ulang. Cara mendapatkannya dari suatu situs.


                Sebetulnya situs tersebut tidak disediakan fasilitas download, hanya sebagai sampel, jika ingin melengkapi koleksi, tinggal beli lewat rekening. Namun file film yang diterima, setelah registrasi  itu ber-extension “.dcp”, sebuah extension atau format baru, yang  tidak bisa digandakan (copy).


                Bukan Qori namanya kalau tidak bisa menyisiasati hal sepele ini. Dia pakai pihak ketiga, dengan begitu dia bisa  free download.


                Hasil dari download-an itu pun sama dengan download berbayar, sama-sama berformat  .dpc, tidak dapat digandakan. Namanya juga Qori, pasti punya akal bulus. Dia masukkan file.dpc itu ke software converter (pengubah format). Software tersebut sudah dilenkgapinya script atau sejenisnya, semacam plug in gitu, biar file.dpc bisa masuk ke converter dan keluarnya format“.vob” yang busa dibaca DVD Player.


                Jadi film-film di kepingan DVD yang dijual Qori bebas dari layar bergerak-gerak aneh, blank mendadak, serta tiba-tiba ada penampakan siluet manusia berjalan yang kebelet ingin ke toilet.Rumit memang, tapi dengan begitu dapat menarik kepercayaan konsumen. Selain itu dia burning (masukkan) juga ke DVD yang dijualnya, aplikasi anti copy, buat jaga-jaga agar  filmnya nggak dibajak dan digandakan ulang oleh pihak lain.


                Namun tetap saja trik  ini punya kelemahan. Satu dua orang atau lebih ada pembajak jenius (PJ). PJ  tidak menggunakan perintah copy, send to apalagi cut, untuk mentransfer  file film ke harddisk, soalnya perintah itu sudah disable (nonaktif) jika dilihat dari klik kanan. Namun sebagai pengganti perintah tersebut, PJ pakai converter. Kronologinya: -masukkan file film dari DVD Qori ke converter. –Atur format file hasil convert tetap format .vob. –Dan terakhir, atur output (tempat hasil convert diletakkan) ke komputer, desktop misalnya.


                Tampaklah di desktop file film yang nggak bisa digandakan tadi. Kalau sudah begitu tunggu apa lagi, tinggal burning (ke DVD sebanyak-banyaknya.


                Back to toko Qori.


                “Gimana?”


                “Yah, gue pertimbangkan,” jawab Ihsan. Intonasinya aneh, seperti menutupi keantusiasan. Qori tahu paling Ihsan sulit menolak kerjasama  untuk kebaikan, walau jalannya rada-rada salah.


*****


                Ilham berhasil merebut netbooknya, berkat kawan lama di sebelah kanannya ini. Bus itu terkejar oleh Ford metalik  dan memotong laju bus. Ilham, masih dalam ford, balik lagi ke danau, bagpack-nya tadi dia tinggal di situ.


                “Nggak nyangka bakal ketemu di sini,”ujar Aya.


                “Sama. Pantesan aja gue keliling Banjarmasin nggak pake helm, spion dua-duanya nggak ada, nopol dilepas lagi, langgar rambu-rambu, selalu bukan lo yang nilang.”


                “Heh?” Aya menatap Ilham bingung.


                “Iya, bukannya habis lulus dari Al Falah lo pengen sekolah polisi gitu. Gue kira lo jadi polantas yang niup-niup pluit ama ngibas-ngibasin kayu power rangers yang bisa nyala itu, hahaha…”


                Aya ikut ketawa-ketawa, dan satu kebiasannya yang nggak hilang: kalau ketawa sukanya mukul-mukul lantai. Jika lantainya kotor dai mukulin orang di dekatnya. Jika lantai kotor dan orang di dekatnya sangar, dia mukul-mukul apa saja entah itu tiang, tembok atau apalah. Yang penting ada yang busa dipukul.


                Dalam kasus kalil ini, dia mukul-mukul kursi yang didudukinya. Ilham menggeser posisi duduknya. Jangan-jangan kaki gue lagi yang bonyok, batinnya.


                Sejenaknya Aya melupakan setirnya, dan segera disadarkan jurang .


                “Oi, lo lagi nyetir,”tegur Ilham. Sigap Aya meraih setir.


                Ada tempo sunyi. “Di sini, di sini!!” ujar Ilham. Aya injak rem.


                Ilham mengambil bagpack-nya. Aya heran.


                “Buset, mau ngungsi ke mana, Mas. Kayak backpacker aja.”


                “Emang backpacker,” sahut Ilham. “Utusan travel,”lanjutnya.


                Ilham melempar bagpack ke jok belakang dan dia sendiri duduk di samping Aya.


                “Sekarang lo mau ke mana?” tanya Aya.


                Up to you. Hari ini gue udah bebas tugas , tinggal bikin jurnal terus kirim via  e-mail, selesai.”


                Aya diam sebentar, menentukan arah.


                “Udah… ke rumah lo  aja. Sekalian gue mau  liat istri lo. Cantik nggak.” Ilham menyikut Aya.


                Aya terkekeh. “Rumah gue bukan di sini, dan gue masih perjaka, dodol!”damprat Aya.


                “Terus lo ngapain terdampar di sini?”


                “Gue cuman berlibur doang. Rumah gue di Las vegas, tapi mulai minggu depan gue pindah ke LA. soalnya gue dipindahtugaskan ke sana.”


                “Tugas?”


                “Divisi kriminal,terang Aya. “Mungkin lebih akan beratdari sebelumnya. Lo taukan LA. kota penuh dengan kriminal. Gangster, mafia.”


                Jadi lo beneran jadi polisi?” Ilham meyakinkan.


                Yo’i.” Aya mengangguk. Mobil terus berjalan.


                “Polisi kriminal Los angeles?”


                “He-eh.” Mobil semakin cepat.


                “Yang pakai seragam ato yang yang jas itu,” kejar Ilham.


                “Pakai seragam jas,” jawab Aya mulai bete.


                “Pistolnya gimana? Apa peralatannya canggih? Kayak James Bond gitu ya?”


                “Iya, kayak James Bond. Miriiiip banget malah. Pokoknya apa yang lo liat di James Bond, itulah gue. James Bond itu niru gue!” sahut Aya asal. Kenapa ya gue baru sadar teman gue ini rese banget, atau gue yang jadi aneh kelamaan di negeri orang, batinnya.


                “Uuuuh…. Jadi lo sering kebut-kebutan sampai mobil penyok  jadi kayak beca itu, mantaaap!”


                Aya garuk-garuk kepala, dikiranya serius ya? Mana ada polisi sampai segitunya ngejar penjahat. Yang lebih diutamakan itu keselamatan warga sipil. Ilham benar-benar terobsesi dengan yang namanya aksi semacam itu, biasa korban film action.


                Action? Aya jadi teringat sesuatu.


                “Ei, Ham, gimana kalau kita ke LA. Tapi singgah ke Las Vegas dulu di Nevada, kerumahku,”usul Aya.


                “Ngapain ke LA. gue udah sering ke situ, nama gang-gangnya aja gue hapal.”


                “Sombong lo. Mentang-mentang backpacker. Lo boleh hapal seluk-beluk LA tapi bukan berarti lo bertemu dengan semua orang LA kan?”


                Aya ambil napas. “ Gue pengen lo ketemu dengan seseorang di sana. Pokoknya lo bakal jantungan. Hidup orang ituberubah drastis, ah, pokoknya lo liat aja ntar.”


                “Emangnya siapa?” Ilham jadi penasaran. Lagi pula dia masih ada masa break selama setengah bulan, sebelum kembali terbang ke negara wafer tango, Itali. Masih bisa keliling bareng Aya.


                “Orangnya…. memilih jalan hidup yang…” Aya menerawang bingung. “Anu, ah, pokoknya ntar lo juga tau. Yang musti lo persiapkan…” Aya mengetuk kepala bagian pinggir dengan telunjuk, “… cuma mental untuk kemungkinan terburuk pas l ketemu orangnya.”


*****


                “Hasyim!”


                Laki-laki itu menggosok-gosok ujung hidungnya.


                “Siapa lagi bicarain gue? Maklum orang terkenal ,”dengusnya di atas meja café di pinggiran pantai daerah Santa Monica, Los Angeles. Sepatu kotornya membuat jijik sepasang ABG yang lagi bermesraan, sekaligus kaget karena tiba-tiba ada orang main loncat aja ke meja mereka.


                “Oh, sorry. Gue nggak liat ada orang, hehe…” Dua ABG itu bingung dengan bahasanya, yang pasti mereka tahu, laki-laki tadi minta ma’af.


                 Setelah menyadari di belakangnya lima  orang berpakaian berandal masih mengejarnya, laki-laki dengan sweater itu melesat di antara meja-meja restoran outdoor dan para pejalan kaki yang memadati Santa Monica. Wilayah kota sebelah barat ini memang terkenal dengan 3rd Street Promenade yaitu sebuah jalan yang khusus untuk pejalan kaki yang ramai dengan toko dan restoran, serta pantainya yang indah.


                Salah satu dari lima berandal itu mengeluarkan sepucuk pistol dari balik jaket dekilnya. Tapi tidak lama setelah itu dia roboh secara misterius. Laki-laki bersweater tadi tersenyum, di jarinya terselip tiga jarum.“Baru make satu.”


                Laki-laki tadi kembali lari dengan mendengarkan instruksi dari headset yang tesemat di telinga. ”Giring aku ke tempat yang aman dari orang banyak, di sini nyawa banyak orang terancam” pintanya.


                Tak lama dia sudah berhasil lepas dari orang banyak. Sekarang di sekelilingnya cuma gedung-gedung dan gang-gang suram. Laki-laki itu baru pertama kali ke sini. Orang-orang tadi masih betah mengejar.


                “Di ujung jalan itu, belok kanan,” kata pemberi instruksi. “Sampai jembatan lihat ke bawah di situ sudah ada Marco menunggu dengan truk bak terbuka. Anda loncat saja ke bak tepung itu,”lanjutnya.


                 Pas sampai di ujung jalan, laki-laki itu pun langsung belok ke kiri dan dia terkejut melihat jalannya buntu. Terhalang  tembok menjulang tinggi di antara dua gedung.


                “Mana jembatannya?!”dampratnya ke mic mini.


                “Kata saya belok kanan, tapi Tuan beloknya ke kiri,”protes instruktur tak mau disalahkan.


                “Aduh kenapa gue jadi oon gini, masa kanan dan kiri aja ketukar,“salak Azmie dalam hati. Dia harus bertarung sendiri, Marco terlalu jauh dari situ, tak ada waktu menunggunya. Satu lawan empat orang besar-besar. Yeah!


To be continued…

Read More …