LoGueEndNotes





Dibuka dari malam 1 Ramadhan hingga satu bulan ke depan, umat islam bersuka cita. Banyak hal yang menyenangkan di bulan ini. Baik itu positif, maupun negatif, bahkan kombinasi positif-negatif.
Yang haus pengetahuan agama tentu bakal traveling ke masjid-masjid yang mengadakan ceramah shubuh. Pasangan kekasih yang kebetulan orang tuanya super protektif jadi punya alasan buka bareng teman di luar berkedok kencan yang indah. Sementara itu para ABG beramai-ramai ke masjid atau lebih tepatnya ke taman masjid. Bukan untuk shalat tarawih, justru ngobrol-ngobrol tidak ada juntrungannya, bahkan sampai pacaran. Naudzubillh.. Dua bagian akhir ini, bukan dimaksudkan pandangan sinis pada generasi-generasi muda kita, namun ini menyangkut fakta lapangan, kendati tidak mutlak.
Hari pertama dan hari terakhir, itulah dua hari pusaka. Jama’ah shalat tarawih memenuhi masjid pada dua hari itu. Spirit hari pertama karena tarawih perdana tahun ini. Sedangkan spirit hari terakhir karena sebagai penutup atau kenangan. Lantas, mana spirit hari-hari di antara keduanya?
Pada bulan Ramadhan, alih-alih memperbanyak ibadah, malah ritinitas harian yang biasanya dikerjakan jadi bolong-bolong. Bulan ini dijadikan timing untuk bermalasan. Lemas karena puasa biasanya dijadikan sebagai alasan. Agaknya alasan macam ini mengkambinghitamkan puasa. Seolah-olah puasa itu sebagai beban.
Seorang pakar yang mendalami organ pencernaan, dalam bahasa sederhana beliau memaparkan tentang pola makan yang sehat.
“Pola makan yang ideal itu makan 3 kali tiap harinya. Namun ada kalanya kita perlu mengistirahatkan organ pencernaan kita secara berkala tiap bulan atau tahun, dengan puasa misalnya,” jelas beliau.
Jika memandang dari sudut uraian tersebut di atas, sepertinya puasa tidak bisa diartikan sebagai beban , atau cuma sebatas kewajiban umat islam, namun lebih. Yakni “kebutuhan” seluruh manusia.
Selagi itu, di lain bilik ada pula yang kerjaannya tidur terus-terusan dengan dalih tidurnya orang puasa adalah ibadah. Dari pada terjaga dan melihat yang haram.
Sebenarnya orang-orang yang otaknya terjerat oleh asumsi sumbang dan termakan mentah-mentah akan omongan yang dasarnya samar semacam di atas, tidak akan melakukan hal demikian, seandainya mereka mengetahui esensi dari bulan yang penuh berkah ini. Salah satunya adalah sebagai deskripsi bagaimana kondisi perut orang miskin. Apa itu akan dapat dirasakan seseorang yang berpuasa sementara dia sendiri tidur sepanjang hari dan terbangun saat bedug dan makanan telah tersaji. Sambil berbuka puasa dia berucap,”Huuh…puasa hari ini penuh perjuangan.”
Harusnya orang-orang seperti ini perlu disadarkan dari kekurangtepatan tindakannya, bahwa bulan Ramadhan belum sempurna jika hanya diisi ibadah berupa tidur (ibadah pasif/antisipasi dari dosa) saja, akan tetapi disertai ibadah aktif. Tarawih, tadarus Al Qur’an, shalat malam, lebih-lebih pada malam ganjil 10 akhir Ramadhan. Itu pun belum termasuk ibadah wajib.
Namun jangan salah, selain ibadah hablumminallah (yang berhubungan dengan Allah), ada lagi ibadah hablumminannas (yang berhubungan dengan makhluk). Salah satunya mempererat tali silaturrahim yang mungkin sudah agak melorot.
Seperti halnya layanan domain dijaminmurah.com, mengadakan lomba menulis artikel di blog dengan harapan agar lebih akrab dengan kustomer. Ini adalah sebuah upaya yang bernuansa lebih cerah ketimbang tidur melulu di bulan yang suci ini.
Sekejap kucuri waktu. Memungut potongan-potangan mozaik masa lalu yang berserakan di sekujur raga. Apa yang dihasilkan tangan ini kemarin, detik ini, besok? Dan apakah mata ini besok masih dapat melihat tangan yang berlumur itu? Lalu kapan lagi kening ini sejajar dengan kaki, yang entah ke mana saja dia menggiringku. Kalau boleh bertanya, siapa yang bisa memastikan aku masih berkesempatan mencuri waktu di bulan suci selanjutnya?[Ilham Kudo]
Read More …

Oleh:Ilham Kudo
Respon otak manusia dalam mengahadapi suatu kasus tidak bermacam-macam, cuma ada dua. Positif thinking dan negatif thinking.
Apakah positif thinking atau malah negatif thinking yang keluar sebagai pemenang dalam merespon dari suatu problema? Itu tergantung pola pikir dan sudut pandang orang yang bersangkutan. Meskipun kasus yang sama dihadapi oleh dua orang yang berbeda. Bukan berarti respon dari dua orang ini juga ikut sama. Berikut ilustrasinya.

Sebut saja orang ini dengan panggilan Ilham. Dia sedang jalan-jalan bersama CBR-nya. Tiba-tiba di suatu jalan ban motor Ilham ini bocor, dan berhenti tepat di depan sebuah bengkel.
“Jarang-jarang ban CBR-gue bocor. Eh, giliran bocor pas dekat bengkel lagi. Alhamdulillah, nggak jauh-jauh gue nyari bengkel.”
Inilah makhluk yang berpola pikir positif thinking.
Lain halnya dengan Azmie. Walaupun mengalami kesialan yang sama dengan Ilham Positif thinking, tapi saat ban Astrea Legenda-nya Azmie bocor dan dia menyadari pas di sampingnya ada bengkel, bah, matanya memicing bak elang bernafsu memangsa anak ayam, sangat mencurigai.
“Pasti jalan di sekitar sini banyak belingnya. Siapa lagi yang bikin ulah kalau bukan pemilik nih bengkel! Biar orang ke bengkelnya kalee… . Cih, nggak sudi gue nambal di bengkel butut gini.Ntar dianya kesenangan dapat pelanggan dari tipu muslihatnya lagi.”
Azmie pun terseok-seok menuntun motor bututnya ke bengkel lain, yang dia dapatkan setelah berjalan 10 KM!
Sangat kontras perbedari respon keduanya, padahal menghadapi kasus yang tidak berbeda. Ini menunjukkan bahwa indikasi dari positif atau negatif thinking seseorang itu berasal dari cara sudut pandang orang itu sendiri dalam mencerna peristiwa yang dialaminya atau di sekitarnya. Sedangkan peristiwa hanya sebagai pemancing respon tersebut. Apapun peristiwanya, sekalipun itu baik,di mata seseorang yang bersudut pandang negatif, hal itu akan menjadi luar biasa busuknya.
Sekarang tinggal kita sendiri yang meginginkan sudut pandang yang macam apa. Apakah ingin melihat sesuatu yang indah melulu atau sebaliknya?

Asrama Zaid, 15 December 2009
Sore Yang mendung
Read More …







Waktu luang biasanya kuhabiskan dengan laptop tercinta. Sedikitbanya aku agak akrab dengan benda yang satu ini. Kalo dia kerja lambat, aku tahu apa yang harus kulakaukan. Kalo dia bermasalah aku kenal dengan curhatnya yang selalu timbul mendadak. Kadang-kadang dia ngambek, tapi itu tidak terlalu memusingkanku, cukup di-restore saja, dia pasti lupa kenapa dia harus ngambek.


Setiap aku beli benda yang ada buku panduannya, bukunya sering kubaca-baca. Begitu juga dengan laptop. Yang lebih kubaca dulu adalah bab-bab penanganan masalah yang terjadi. Dalam salah satu paragraf aku temukan kalimat: apabila laptop hang dan tidak bisa diapa-apakan lagi, maka tekan tombol kombinasi Ctrl+Alt+Del, keluarlah task manager, lalu matikan program yang tidak bisa ditutup dari task manager itu. Apabila tombol kombinasi tidak berhasil, cara terakhir adalah tekan tombol power untuk memutuskan listrik agar laptop mati. Dan hal terkahir ini sebiasa mungkin harus dihindari, karena laptop dimatikan secara paksa dan dapat merusak harddisk.


Selamat setahun lebih aku sering melakukan hal yang di atas. Apabila laptop hang, kutekan tombol kombinasi Ctrl+Alt+Del, dan apabila tidak mampu, cara terakhir yang kupakai, tekan tombol power. Sekali lagi kutekankan, itu selama setahun lebih saja. Karena ada suatu hari setelah itu terjadi masalah pada laptopku yang tidak bisa dipecahkan oleh trik dari buku panduan tersebut.


Pada waktu antara maghrib-isya aku pulang ke asramaa, asyik nge-laptop, lagi main virtual DJ. Tahu-tahu laptop tercinta itu hang. Kutekan tombol kombinasi Ctrl+Alt+Del. Taks manager-nya emang keluar, tapi program virtual DJ yang bikin tekang itu nggak mau tertutup. Cara tombol kombinasi gagal, terpaksa akku pakai yang dalam buku panduan disebut ‘cara terakhir’. Kutekan tombol power selama empat detik sesuai panduan. Seharusnya laptop itu mati karena listrik dari batere diputus. Tapi itu seharusnya dan yang terjadi malah yang tidak seharusnya terjadi.


Busyet laptop nggak mati-mati. Dapat listrik dari mana ni laptop?! Pada waktu itulah klimaks atau puncak kehancuran software yang ada di laptopku terjadi. Kalo tombol huruf ‘A’ rusak itu, itu menyedihkan, tapi ini tombol power, aku jadi bingung.


Aku memutar otak, bagaimana caranya agar laptop ini bisa mati mendadak. Di-restart juga nggak mau. Cara satu-satunya harus memaksanya shutdown. Ting-tong! Sebuah ide cemerlang mencet bel di otakku.


Dengan hati-hati kubalik laptop. Hati-hati banget, karena bahaya kalo sampai harddisk-nya rusak. Dengan seringai kulepas baterenya. Nyip….. laptopnya beneran mati. Kupasang lagi baterenya, kukembalikan ke posisi semula dan tekan tombol power. Detik-detik itu adalah menegangkan, kayak nunggu hasil UN. Laptop melewati boot dengan sukses, sampai akhirnya masuk windows. Huhhmmphhh…. Aku plong.


Aku berkhayal, kapan-kapan kalo aku mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang produksi laptop, mungkin tidak salahnya kutambahkan ‘cara terakhir adalah lepas batere’.


 

Read More …



Sepertinya syarafku agak menegang akhir-akhir ini. Yah, semacam repetitive strain injury (RSI) atau apalah, susah nyebutnya, mulutku saja sampai berbuih. Yang jelas sebentar lagi hasil ujian akan diumumkan. Aku gugup banget banget. Bayangkan perjuangang tiga tahun dipertaruhkan hanya dalam beberapa LJK.
Pada malam harinya aku sulit tidur. Selain karena kepikiran kelulusan, kasurku itu banyak kutunya. Dalam satu waktu aku mengintip lemari pakaian. Seragam putih-abu-abunya masih ada. Paling nggak persiapan kalo memang harus mengulang. Semoga itu nggak pernah ada. Setelah itu aku kembali ke laptop. Nggak penting, cuman main GTA.
Udah jam sebelas malam. Belum juga mau tidur. Gelisah.
Waktu maghrib tadi aku dengar ada satu yang nggak lulus. Sebenarnya sih aku nggak percaya-percaya amat. Biasalah… gosip. Tapi aku gugup juga. Jangan-jangan benar? Jangan-jangan orang malang itu aku?
Esok harinya, di bumi masih tersedia cukup udara untuk dihirup manusia gugup yang tentunya banyak menghabisakan oksigen macam aku dan teman-temanku yang lain. Tapi pastinya kegugupan itu nggak dipublikasikan. Cukup dalam hati, milik sendiri. Nanti jam sepuluh hasil baru akan dibeberkan di mushalla.
Pagi itu, seperti biasa, berhubung masih berstatus santri, aku masuk kelas. Belajar kitab. Sebentar-sebentar nengok ke belakang, ke arah jam dinding. Menghitung mundur.
“Sejam lagi.”
Klimaksnya pas penyerahan amplop berisi hasil UN. Di mushalla, setelah tetek-bengek seperti sambutan dan spesies lainnya, satu-satu orang maju mengambil amplop tipis yang harga perunitnya Rp. 50,-. Iya, murah! Isinya pun cuma sepotong kertas kecil. Kertas semacam itu ada dua rim di atas lemariku, mereknya sinar dunia.
Yang pertama dipanggil adalah…
“Abdurrahman!” panggil Pak Mus, pahlawan kita itu.
Orang yang bersangkutan maju dengan riang. Sehabis mengambil amplop, dia teriak-teriak bahwa dia lulus. Padahal dia belum membuka amplopnya, tapi dia yakin pasti lulus. Aku bisa mengerti, soalnya dia yang paling banyak punya jaringan.
Satu demi satu menyungging senyum, dan aku kapan? Ada yang histeris kesenangan. Kayaknya belum ada gelagat kegagalan. Semoga saja berita satu orang nggak lulus itu salah. Tapi aku jadi kepikiran sama doaku barusan. Kayaknya doa itu lumayan berbahaya jika sampai kabul. Misalnya , berita itu memang salah, dan yang benar itu cuma satu orang yang lulus. Wah, parah!
Setiap habis nerima amplop pasti nggak langsung dibuka, tapi diterawang dulu. Amplopnya kan tipis, jadi bisa kelihatan. Sampai pada giliranku. Aku terwang amplop itu. Harusnya tulisan di sepotong kertas di dalam amplop tipis itu kelihatan, tapi kertas di dalam amplopku ini sedikit bermasalah. Kertasnya terlilpat sehingga kertasnya nggak bisa kelihatan.
“Hah… apa lagi ini? Bikin lambat!”
Gemetaran, kubobol amplop itu. Kupaksa isinya keluar. Untungnya kertas itu nggak berontak. Waktu kubuka lipatannya pun dia pasrah. Dan aku lemas membaca tulisannya.
SELAMAT ANDA LULUS
Aku mendadak jadi sejenis orang yang orang ya g mengidap autis atau mungkin skizofrenia. Aku bingung dalam memilih ekspresi macam apa yang cocok. Aku cuma sanggup bersyukur dan tersenyum.
Detik-detik sesudah itu aku plong. Menunggu yang belum dapat amplop, aku duduk bersandar. Sebentar-sebentar membuka sepotong kertas luar biasa itu. Untung, tulisannya masih sama. Tajuddin menempelkan kertas sakti itu di dahinya dengan menyelipkan di kupiah. Dia berjalan keliling-keliling. Semua orang tahu dia itu manusia riya (sok pamer).
Lagi-lagi aku menengok kertasku. Kali ini lebih teliti.
02-011-051-6
Muhammad Ilham
SELAMAT
ANDA LULUS
Ah, manisnya. Di lubang huruf ‘A’ aku melihat kota Malang.
“Tunggu aku ITN.”
*****
Jika ditanya bacaan favorit, aku biasanya menyebutkan judul-judul novel dari tetralogi Laskar Pelangi. Tapi setelah pikir-pikir, jika dalam waktu dekat-dekat ini ada yang nanya bacaan favoritku, mungkin akuk bakal menjawab: kertas hasil UN-ku. 02-011-051-6 Muhammad Ilham SELAMAT ANDA LULUS.
*****
Gosip itu ternyata benar; satu orang nggak lulus. Ternyata banyak jaringan itu tak seindah kelihatannya, bingung milih yang mana. Terus berjuang Abdurrahim!
Read More …

Oleh: ILham Kudo

Di labirin LA Azmie seperti tikus kecil, terperangkap. Sisi kanan-kiri Azmie diapit dua gedung tua, di hadapan terhalang tembok dari bangunan lain, selain itu di balik punggungnya, jalan dia masuk ke bilik ini, telah diblokir kawanan Marginal Street (MS).
Azmie berbalik. Di hadapannya berdiri empat orang. Tampang mereka memandang rendah Azmie.
“Innalillahi wa innalillahi roji’un,” reflek Azmie.
Seorang dari MS yang berdiri di belakang terkesima. Pria arab itu sangat mengenal dengan ucapan Azmie barusan. Dia maju ke depan.
“Are you Arabian?”tanyanya nggak penting.
Lebih nggak penting lagi, Azmie malah menyahut. “No. I’m Indonesian.” Semakin nggak penting lagi ditambahnya, “from Puntik City.”

Jones, orang yang kelihatannya sebagai senior, menarik mundur Rosyid, orang arab itu.
“Very urgent,” cemooh Jones. “Up to you, are you Arabian or puntikian, accede with kami now!”
Saat itu gelap mulai turun. Penerangan kurang layak di pinggiran kota ini. Sunyi. Sangat berbedsa dengan Disneyland. Di sini bukan tampatnya manusia, inilah toilet umum bagi anjing jalanan Los Angeles.

“I’m reject!” Datar suara Azmie.
“Ha…ha… ini bukan tawara, tapi perintah. Jaga nyawamu, bangsat!”
Mata jones nyalang. “Simpan senjata kalian. Makhluk ini harus ditangkap hidup-hidup.” Tangannya mengisyaratkan agar anak buahnya menyerang. Aksi pertama ditampilkan seorang berdarah Thailand dengan thaiboxing.
Dari kuda-kuda orang itu, Azmie mengenal seni bertarung lawannya kali ini.
“Gerakan kaku, menitikberatkan serangan pada otot dan tentunya satu kali serangan telak bakal meremukkan tengkukku,” gumamnya. “But sehebat apapun lawan asal bisa mengelak, semuanya nggak lebih berbahaya dari makan cemilan.”
Dengan sekali hentakan kaki, pengguna thaiboxing itu telah berada di balik punggung Azmie. Dia mengincar tengkuk! Pukulannya dari atas ke bawah, vertikal. Azmie bergeser sedikit ke depan. Meleset.
Azmie bukan sekadar mengelak, namun sekaligus menciptakan jarak agar dia mudah menaiki dan menginjak dada orang thai itu sebagai pijakan. Setelah itu Azmie melesat ke tembok dan menempel di sana dengan membentangkan kedua kaki dan tangan. Jarak kedua tembok itu cuma 1 meter.
Orang thai itu hanya terjajar sedikit. Dia mengibaskan pasir yang mengotori bajunya.
“Wah….wah… kayaknya injakanku tadi nggak ada apa-apanya di otot yang lo pelihara bertahun-tahun itu.” Ucap Azmie sembari tersenyum. “Tapi sekekar apapun tubuhmu, di dalamnya tetap ada aliran darah kan?”
Read More …

Oleh: Ilham Kudo

Di sepanjang siring pinggiran Masjid Sabilal hingga Pantai Jodoh (PJ) serta bahu jembatan Pasar Lama, ramai dengan fishman (manusia ikan, sebutan untuk pemancing mania). Sesekali terdengar katrol pancingan diputar. Banyak berjatuhan orban. Korban berupa ikan tak berdosa yang tersangkut di kail.“Akhir-akhir ini ikannya pada rame. Biasa, lagi musimnya. Malam ini saja box bapak hampir penuh, hehe… padahal baru satu jam. Kalau kamu, udah dapat banyak belum?” Seloroh bapak bertopi, diakhiri dengan pertanyaan. Si bapak mengisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya ke ruang malam.
“Mas?” Si bapak memastikan apakah orang di sebelahnya, yang diajaknya ngobrol barusan mendengar atau tidak. Orang bertudung sweater itu hanya diam. Jangan-jangan dia tertidur, pikir si bapak. Si bapak membiarkan saja. Dia kembali sibuk dengan kailnya yang bergerak-gerak.
“Wah, dasar ikan rakus,” ucap si bapak sumringah.
*****
Qori, dari balik tudung sweater, sebenarnya mendengar sayup-sayup suara bapak di sebelahnya. Timbul tenggelam oleh suara dari headset sadapan. Dia lagi nguping pembicaraan orang yang mengincarnya.
Read More …


Tes SNMPTN di UNLAM udah kelar. Pada akhirnya aku ucapkan: nggak ada harapan. Bukannya putus asa, tapi aku nggak mau terlalu berharap kepada sesuatu yang sangat tinggi untuk kucapai (duh, bahasanya).

Pendidikanku berlatarbelakang pesantren, habitat aslinya itu kalo mau kuliah, ya ke STAIN, IAIN, UIN ato malah lanjut lagi ke pesantren yang lain. Mungkin kami anak-anak pesantren ini memang harus kembali ke habitat masing-masing jika nggak ingin dikacangin orang. Cuma segelintir orang yang mungkin kapasitasnya mampu untuk memutar haluan, seperti ngambil jurusan yang secara kasat mata nggak relevan dengan pelajaran di pesantren.

Kalo aku sih nunggu pengumuman ITN Malang dulu. Aku rencananya ngambil komunikasi di Elektro. Sebenarnya aku benar-benar blank, apa itu komunikasi? Belajar apa? Lalu ujung-ujunnya jadi apa!? Tapi kenapa ya, itu malah menggodaku untuk mempelajarinya.

Di sisi lain aku juga masih bingung. Seandainya aku lulus di ITN dan lulus juga di IAIN Antasari, aku milih yang mana? Aku masih ingin memperdalam agamaku. Nggak ingin jauh dari lingkungan relegius. Soalnya di lingkungan relegius aja aku nggak karuan gini, apalagi di lingkungan bebas. Sementara itu aku juga ingin cari angin baru di ITN. Selama ini seperti yang diketahui oleh Malaikat Pencatat, aku ini belajar di pesantren. Makanya itu mau cari yang baru.

Namun pada akhirnya, di mana pun aku melanjutkan studiku, aku berharap dapat berbuat semaksimal mungkin dalam hal-hal positif. Entah itu aku di IAIN ataupun di ITN ato Allah berkehendak lain di antara dua itu, sekolah di Oxford misalnya, yang secara kasat mata mempelajari ilmu yang nggak sama, mempunyai kegunaan masing-masing, tapi sumber ilmu itu hanya satu yaitu Allah. Dan aku berharap dengan ilmu itu aku nggak celaka.
Read More …